PENDAHULUAN
Tetanus adalah suatu penyakit akut yang dihasilkan oleh
eksotoxin dari clostridium tetani, tumbuh secara anaerob, gram positif. Bakteri
ini mengasilkan 2 macam eksotoxin yaitu:
-haemolisin, yang menyebabkan
haemolisis ringan jika dibiakkan
pada blood agar pada suhu 37
derajat suasana anaerob.
-tetanospasmin (toxin tetanus) yang bertanggung
jawab terhadap gambaran klinik dari
penyakit.
Dinegara-negara berkembang
masih sering dijumpai tetanus, ini akibat kurang memadainya program imunisasi,
juga berkaitan dengan kebiasaan sosial dan kesehatan masyarakat yang tidak
memadai, padahal di negara-negara maju semakin jarang.
Untuk menurunkan angka
kematian tetanus dan lamanya rawat tinggal dirumah sakit telah dilakukan
berbagai usaha seperti hiferbaric, oksigenasi, pemakian respirator, pemberian
anti tetanus serum kuda (ATS) atau tetanus immonoglobulin human (TIGH),
diasepam dosis tinggi dan penggunaan anti biotika, namun angka kematiannya
masih tetap tinggi.
DEFINISI.
Tetanus adalah suatu
penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh eksotoxin yang dihasilkan oleh
clostridium tetani yang ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan
kejang-kejang otot rangka.
EPIDEMIOLOGI
Tetanus ditemukan
diseluruh dunia,terjadi secara sporadis atau secara "outbreak" dalam
skala yang kecil. Saat ini dinegara-negara maju sudah jarang ditemukan,
sedangkan dinegara agraris dimana kontak dengan kotoran hewan masih
dimungkinkan, tetanus sering ditemukan. Pada dewasa, laki-laki lebih sering
dari pada wanita, yaitu 2,5:1, kebayakan pada usia produktif.
PATOGONESIS DAN PATOFISIOLOGI
Ada 2 mekanisme yang dapat
menerangkan penyebaran toksin kesusunan saraf pusat yaitu:
1. toksin diabsorbasi pada pertemuan otot
saraf, kemudian migr asi melalui
jaringan perineural urat saraf kesusunan saraf pusat.
2. toksin melalui rongga kepembuluh limfe dan
darah kesusunan saraf pusat. Masih belum
jelas jalan mana yang lebih penting kemungkinan keduanya terlibat.
Manisfestasi klinis tetanus yang timbul adalah sebagai akibat pengaruh
toksin pada susunan saraf pusat, toksin menghambat synapsis cholinergik
perifer, menurunkan pengeluaran acetilcholin dan mengganggu saraf syimpatis.
Bila sembuh tetanus tidak meninggalkan kelainan neurologis.
GEJALA KLINIS
Masa inkubasi berkisar
2-56 hari, 80-90% dari penderita timbul gejala dalam 14 hari. Spora dapat
tinggal "Dormat" dijaringan dalam waktu yang lama dan kemudian tumbuh
menjadi bentuk vegetatif dan memproduksi toksin bila suasana menjadi anaerob.
Sebagai tanda-tanda permulaan timbul kejang otot sekitar luka, gelisah,lemah,
cemas, mudah tersinggung dan sakit kepala. Kemudian diikuti nyeri dan kaku
rahang, perut dan punggung yang mengeras dan kesukaran untuk menelan. Gambaran
yang spesifik adalah kekakuan dan kejang otot. Kekakuan mengenai 3 group utama
yaitu: masseter, otot-otot perut dan otot-otot punggung. Penderita selalu sadar
penuh. Gejala-gejala sistemik dapat timbul, seperti panas akibat sepsis dan ini
memberi prognosa yang jelek. Tekanan darah menunjukkan fluktuasi, juga sering
takhikardi dan keringat banyak. Untuk menilai gradasi banyak cara bisa
digunakan seperti Phillip`s score dan klasfikasi menurut Owen Smith, MS
(Emergency Surgery).
KOMPLIKASI
Pada keadaan berat timbul komplikasi seperti:
-
Respirasi:
henti napas pada saat kejang-kejang terutama akibat rangsangan pada waktu
memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret pada saat atau setelah kejang, yang
dapat menimbulkan aspirasi pneumoni, atelektase, atau abses baru.
-
Cardioivaskuler:hipertensi,
takhikardi dan aritmia oleh karena rangsangan syampatis yang lama.
-
Tulang/otot:fraktur
atau kompresi tulang belakang, robekan otot
perut dan quardriceps femoris.
-
Tulang/otot:fraktur
atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan quardriceps femoris. Pernah
juga dilaporkan terjadi myostis
ossifican.
-
Metabolisme : hiperpireksi.
DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus berdasarkan atas pemeriksaan klinis,
pemeriksaan darah dan cairan cerebrospinal normal, basil tetanus ditemukan
hanya pada sekitar 30% kultur anaerob dari luka yang dicurigai.
DIAGNOSIS BANDING
Keadaan dibawah ini dapat disingkirkan dengan pemeriksaan
yang hati-hati terhadap kemungkinan :
- meningitis
- subarachnoid hemorage
- temporalmandibular arthralgia
- tetani
- histeri
- ec\ncephalitis
- phenotiazine terapi
- serum sickness
- epilepsi dan
- rabies
MANAGEMENT DAN TERAPI
Pasien yang diduga menderita tetanus harus ditempatkan
pada tempat yang tenang, dibagian yang gelap dari ruangan HCU. Tempat yang benar-benar tenang perlu sebagai
mencegah kebisingan yang bisa memimbuklan kejang dan nyeri. Perawat khusus
harus terus menerus hadir sepanjang hari dan malam untuk memonitor perjalan
penyakit dan memberitahukan pada dekter perubahan frekwensi atau beratnya
kejang. Fasilitas untuk endotraccheal suction dan intubasi termasuk
tracheostomi dan ventilasi dengan oksigen harus dapat segera dapat digunakan.
Jika direncanakan pasien pindah ke rumah sakit lain ,intubasi harus dilakukan
sebelum pasien dipindahkan pada semua kasus kecuali kasus-kasus yang ringan.
Cegah terjadi dekubitus dan kontraktur.
RIWAYAT DAN PEMERIKSAAN
Perjalanan penyakit
biasanya dari kejang nervus cranalis motorik berupa trismus (N.V), risus
sardonicus (N,VII), dysphagia (N.X, N.XII), salivasi (N.VII) dan hyperacusis
(N.VIII) sampai kekakuan umum secara kejang yang menyeluruh. Sayangnya,
progresivitas penyakit ini tidak seluruhnya sama, kejang menyeluruh dapat
terjadi tanpa diduga pada penyakit yang tidak dapat diramalkan ini.
beratnya penyakit dapat
diperkirakan dari inkubasi (cedera sampai gejala pertama timbul) dan priode of
onset (pertama kali timbul gejala sampai timbul kejang pertama). Penilaian awal
beratnya penyakit akan dapat membantu untuk menempatkan pasien dalam group
pengobatan yang tepat (menurut tabel gradasi penyakit). Keluarga harus
dianamnesa jika tersebut tidak dapat menceritakan penyakit secara adequet.
Pemeriksaan yang dilakukan haruslah seminimal mungkin memberikan
trauma tempat asal trauma haruslah dilihat tetapi mungkin juga tidak akan
ditemukan. Melalui pemeriksaan
neurologis dan pungsi lumbal dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain.
Perhatikan terutama diberikan terhadap sistem respirasi untuk menentukan apakah
pasien dapat mempertahankan jalan napasnya. Buli-buli yang distended memerlukan
pemasangan kateter.
PENGOBATAN
Perawatan luka : Pada luka
yang dicurigai harus dilakukan debridement yang baik sekaligus mengangkat kuman
yang menghasilkan toksin.
ANTITOXIN DAN ANTIBIOTIK
Human anti tetanus
gamma-glubumin 3000-10.000 unit, diberikan secara intra muskuler dan dapat
diulang bila diperlukan. Tetanus anti toksin tidak akan menetralisir toksin
yang sudah terikat pada susunan saraf pusat, tetapi hanya menetralisir toksin
yang masih beredar. Bila TIGH tidak tersedia maka diberikan ATS dengan dosis
100.000 - 200.000 unit diberikan 50.000 unit intramuscular dan 50.000 intravena
pada hari pertama, kemudian 60.000 unit dan 40.000 unit intramuskuler
masing-masing pada hari kedua dan ketiga. Setelah penderita sembuh, sebelum
keluar rumah sakit harus diberikan immunisasi aktif dengan toksoid, oleh karena
seseorang yang sudah sembuh dari tetanus tidak memiliki kekebalan.
Antibiotika : Kuman tetanus pada umumnya sensitif terhadap
Antibiotika : Kuman tetanus pada umumnya sensitif terhadap penicillin, oleh
karena clostridium tetani berada pada daerah anaerob dimana perfusi jaringan
jelek, maka diperlukan antibiotika dosis tinggi untuk memcapai daerah tersebut.
Akan tetapi dengan adanya infeksi campuran dengan kuman-kuman penghasil
betalaktamase maka pinicillin menjadi kurang efektif. Akhir-akhir ini diketahui
bahwa Metronidazol dapat mencegah tetanus dan terbukti lebih efektif dibanding
dengan penicillin. Alternatif lain bila penderita tidak tahan terhadap
penicillin, juga boleh diberikan tetracyiclin.
Bahwa toxin adalah masih ada pada saat gejala pertama
dari timbul gejala. Oleh karena itu maka diberi antitoxin. Untuk mencegah
penyebaran infeksi pyogenik, sisi dari trauma haruslah di eksisi luas dengan
"minimal handling" dari jaringan dan luka dibiarkan terbuka.
CAIRAN NUTRISI
Protein yang sedang,
calori yang banyak diberikan tiap hari. Pada kasus yang ringan, boleh intake
oral. Biasanya pasien dengan trismuspun diberi cairan biasanya dengan sedotan.
Pada kasus yang berat dan sedang, nasogastrik atau I.V dapat diberikan.
KONTROL KEJANG
Sejak perkenalan paralisis
dan intermittent positive pressure ventilation (IPPV) mortalitas tetanus yang
berat turun sampai kurang dari 4% pada dewasa dan 20% pada neonatus. (4).
Terapi seperti itu hanya dapat dilakukan pada unut dengan ratio staff: pasien
yang tinggi. Pada negara yang belum berkrmbang mortalitas pada dewasa mungkin
dibawah 20% apabila keinginan merawat dan sedasi adaquat.
SEDASI
Sebagian besar pasien
ditemukan bahwa tetanus dan pengobatannya merupakan siksaan yang menakutkan dan
sangat menyakitkan. Sebagai konsekwensinya, mereka harus menerima sedasi
sebanyak yang aman yang dapat diberikan. Bagaimanapun obat-obat yang
menyebabkan depresi pernafasan dan cardiovasculer harus dihindari. Opium dan
dan barbiturat merupakan kontra indikasi. Paraldehhyde masih tetap merupakan
preparat yang biasanya banyak digunakan, dalam dosis diatas
12 ml setiap 4 jam dengan menggunakan nasogastric tube (pengenceran) 1:10)
atau dengan intramuskular. 10-20 mg diazepam setiap 4-6 jam atau 100-200 mg
cholorpromazine setiap 4 jam juga dapat diberikan meskipun sydrom dari simpatik
dapat sering terjadi.
PARALISIS DAN IPPV
Pada kasus-kasus
yang berat penambahan paralisis dan IPPV merubah prognosa pasien tetanus. Semua
pasien dengan kejang otot yang cukup berat untuk menghambat ventilasi harus
ditangani apabila fasilitas memungkinkan. Paralis diperbolehkan dengan preparat
apaun yang lebih disukai oleh ahli anasthesi, dapat untuk menghilangkan semua
kejang kecuali pergerakan otot yang minimal. Mula-mula, dosis diulang pada
tanda pertama pengembalian aktofitas otot. Panjangnya interval antara
dosis-dosis seperti pada permulaan penyakit berkurang. IPPV dengan ruangan yang
sangat kaya akan oksigen berguna untuk mempertahankan PO2 arterial 80-100 mmHg
dan PCO2 aterial 35-40 mmHg.
Harus diingat pada pasien
yang paralis, tidak dapat memberikan respon terhadap rangsangan dari luar, juga
tidak tuli dan tidak bodoh dan mungkin sangat lemah tapi tetap sadar terhadap
sekelilingnya. Perawat dan para dokter harus sangat berhati-hati dalam
berbicara dan secara terus-menerus berbicara pada pasien. Pasien-pasien
paralisa juga membutuhkan kateter dan evacuasi rectum secara manual. pada
kasus-kasus yang berat akan diperlukan paralisis selama 3-4 minggu. Pasien dan
para kerabatnya harus diberi tahu tentang hal ini.
TABEL PHILLIPS SCORE
1.Masa inkubasi : < 2 hari nilai
5
2-5 hari nilai
4
6-8 hari nilai
3
11-14 hari nilai
2
> 15 hari nilai
1
2. Tempat infeksi : umbilikus nilai
5
kepala/leher nilai 4
badan nilai
3
extremitas atas proximal nilai 3
extremitas bawah proximal nilai 3
extremitas atas distal nilai 2
extremitas bawah distal nilai 2
tidak diketahui nilai 1
3. immunisasi : belum pernah nilai 10
mungkin pernah nilai 8
pernah > 10 tahun yg lalu nilai 4
pernah < 10 tahun yg lalu nilai 2
imunisasi lengkap nilai 0
4. Faktor penyerta : trauma yang
mengancam jiwa nilai 10
trauma berat nilai
8
trauma sedang nilai 4
trauma ringan nilai 2
A.S.A derajat 1 nilai 1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROGNOSE PENYAKIT
5. Derajat Spasme
epistotonus nilai
6
reflek spasme umum nilai 4
spasme terbatas nilai 3
spastistas
umum nilai 2
trismus nilai 1
6. Frekwensi spasme spontan >3x/15 menit nilai 5
spontan <3x/15 menit nilai 4
kadang-kadang spontan nilai 3
<6x/12 jam nilai 0
7. Suhu badan >38.9 derajat nilai
10
38,3-38,8 nilai 8
37,2-37,7 nilai 2
36,7-37,1 nilai 0
8 Pernapasan trakheostomi nilai
10
henti
napas tiap konpulasi nilai
8
henti
napas, kadang-kadang tiap nilai 4
konvulasi.
henti
napas, hanya selama konvulasi
nilai 2
normal nilai 0
<10:RINGAN, dapat sembuh
sepontan
10-14: SEDANG, harus selamat dengan perawatan standar yang layak
15-23: BERAT, harapan hidup tergantung pada kwalitas pengobatan.
> 24 : SANGAT BERAT, umumnya berakhir dengan kematian.
Owen Smith, MS (Emergency
Surgery)
Table GEJALA-GEJALA DAN
PENANGANAN MENURUT GRADASI PENYAKIT
PENGOBATAN
RINGAN
|
SEDANG
|
BERAT
|
|
Masa inkubasi
|
14 hari
|
10-14 hari
|
< 10 hari
|
Onset
|
6 hari
|
3-6 hari
|
< 3 hari
|
Trimus
|
+
|
++
|
+++
|
Dysphagia
|
-
|
-
|
+++
|
Kekakuan
|
-
|
++
|
+++
|
Reflek spasme
|
-
|
+
|
+++
|
Pengobatan
Sedasi
|
+++
|
+++
|
+++
|
Nutrisi
|
Oral
|
NHG/I.V
|
NHG/I.V
|
Tracheostomi
|
-
|
+
|
+
|
Paralysis & IPPV
|
-
|
ñ
|
+
|