11 orang yang mecoba mengejar mimpi menjadi seorang dokter yang sukses

Saturday, June 4, 2011

IKA- Morbili

A. MORBILI
1. DEFINISI
Morbili adalah suatu penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu: a. Stadium kataral ( prodormal), b. Stadium erupsi, c. Stadium konvalesensi4.
Ensefalitis adalah inflamasi (iritasi dan oedem) dari otak yang disebabkan oleh infeksi.
Diare secara epidemiologik biasanya didefinisikan sebagai keluarnya tinja yang lunak atau cair3 kali atau lebih dalam satu hari3.
2. EPIDEMIOLOGI
Di indonesia, menurut survei Kesehatan Rumah Tangga campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak umur 1-4 tahun (0,77%). Penyulit yang sering dijumpai ialah bronkopneumoni (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%), dan lain-lain (7,9%).
Di negara berkembang, menyerang 3.000.000 anak dalam satu tahun dan menyebabkan 1.000.000 diantaranya meninggal. Komplikasi banyak terjadi pada anak dengan devisiensi vitamin A, kurang gizi, terpapar terus oleh morbili atau tidak di vaksinasi atau menderita imunokompromise.
Pada kasus ini di dapat melalui anamnesa bahwa penderita tidak mendapatkan imunisasi campak pada usia 9 bulan dengan alasan penderita panas saat di imunisasi DPT sebelumnya, sehingga dalam tubuh penderita belum terbentuk kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Di amerika ensefalitis terjadi pada 1500 orang pertahun. Orang tua dan anak-anak mudah terserang. Gejala klinis ensefalitis terjadi pada 1 diantara 1000-2000 pasien morbili, dan berakibat fatal pada 10% pasien.


3. ETIOLOGI
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm dan dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein Didalamnya terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA), merupakan struktur helix nukleo protein dari myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, suatu protein yang berada diselubung luar muncul sebagai hemaglutinin.
Berbagai macam mikro organisme dapat menimbulkan ensefalitis misal bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta dan virus. Penyebab terpenting adalah virus.
Ensefalitis di sebabkan oleh virus dan beberapa type virus dapat menjadi penyebabnya antara lain coxsackievirus, echovirus, poliovirus, herpes simplek, varicella, morbili/measles, mumps, rubella dll.
Pada kasus di atas penyebab yang paling mungkin adalah virus di mana hasil laboratorium Lcs berwarna jernih dan glukosa dalam batas normal. Dalam hal ini virus morbili.
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
1. Faktor infeksi
a. infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab ytama diare peda anak
infeksi enteral meliputi:
• Infeksi bakteri: Vibrio, E coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,dan sebagainya.
• Infeksi virus : Entero virus ( Virus ECHO,Coxsakie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astovirus dan lain-lain.
• Infestasi parasit: Cacing ( Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongiloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Tricomonas hominis), Jamur ( Candida albicans).
b. Infeksi parentral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor malabsorbsi
• Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
• Malabsorbsi lemak.
• Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.


4. PATOGENESIS
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbukkan infeksi pada seseorang. Penularan campak yang terjadi secara droplet melalui udara, terjadi 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat di temukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan disitu mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikuler seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak dari Warthin, sedangkan limfosit-T meliputi klas penekanan dan penolong yang rentan terhadap infeksi, aktif membelah.
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan meyebar kepermukaan epitel orofaring, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.
Pada hari ke-9-10 fokus infeksi yang berada di saluran nafas dan konjungtiva, satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan ruam yang menyebar keseluruh tubuh, tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik, merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.
Akhirnya muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan tubuh menurun, sebagai respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam pada kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vasikel tampak mikroskopis di epidermis tetapi virus tidak berhasil timbul di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan bahwa antigen campak dan gambaran histologik pada kulit diduga suatu reaksi Artus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpesvirus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang. Terjadinya ensefalitik dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak.
Pada kasus di atas terdapat batuk, pilek, diare dan terjadinya kejang serta hilangnya kesadaran pada penderita (ensefalitis). Sesuai dengan patofisiologinya yang mana virus morbili menyerang mukosa tubuh dan juga masuknya virus kepembuluh darah menyebabkan penyebaran virus keberbagai organ termasuk otak. Ensefalitis dapat juga akibat reaksi imunologi.
Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak kedalam otak.virus masuk ke pembuluh darah kemudian masuk ke otak menyebabkan inflamasi jaringan otak dan sekitarnya. Sel darah putih menginvasi jaringan otak mencoba melawan infeksi. Oedem cerebral menyebabkan kerusakan sel saraf, intracerebral hemorrhage dan kerusakan otak.
Pada kasus diatas invasi virus ke otak menyebabakan kerusakan otak yang berakibat penderita kejang dan kehilangan kesadaran.

5. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS
Masa tunas 10-20 hari
a. Stadium kataral (prodormal)
Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, foto fobia, konjungtivitis dan koriza. Pada akhir stadium ini dan 24 jam sebelum timbul enantema timbul bercak koplik yang berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum, dan dikelilingi oleh eritema, lokasinya di mukosa bukal, palatum (jarang), tetapi bercak koplik ini sangat jarang ditemui. Gambaran darah tepi adalah limfositosis dan leukopeni3.
Pada kasus ini di dapatkan stadium kataral dari anamnesa berlangsung 2 hari disertai panas tinggi, batuk ngekel dan pilek. Tetapi tidak didapatkan tanda konjungtivitis. Bercak koplik tidak ditemukan dan didapat dalam anamnesa maupun pemeriksaan karena penderita datang pada saat gabag sudah muncul hari ke 4.
b. Stadium erupsi
Pada stadium ini terjadi eritema berbentuk macula- papula yang bermula dari belakang telinga,leher, muka, dada, merebak keseluruh badan, tangan , punggung, lengan dan kaki. Tidak jarang disertai diare dan muntah3.
Pada kasus ini didapatkan stadium erupsi pada harike3 dengan gejala sesuai teori.
c. Stadium konvalesen
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama kelamaan hilang dengan sendirinya. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi3.
Pada kasus diatas setelah 9 hari perawatan di rumah sakit kulit penderita tampak kehitaman (hiperpigmentasi). Tetapi penderita masih panas, kesadaran somnolen sudah tidak diare dan batuk.
Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cerebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar gula dalam batas normal.
Pada kasus di atas gejala klinis yang dialami penderita sesuai dengan teori yaitu berupa kejang, penurunan kesadaran hingga sopor, peningkatan frekwensi nafas,dan hasil LCS yaitu pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, dan kadar gula dalam batas normal
6. DIAGNOSIS BANDING
Morbili:
a. German measles
Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital, sevikal bagian posterior, belakang telinga3.
b. Eksantema subitum
Ruam akan timbul bila suhu badan menjadi normal3.
Ensephalitis:
Meningitis
Ada tanda-tanda rangsang meningeal, dominant sel PMN pada LCS. Ada muntah, UUB menonjol, choked disk dari papilla nervi optiki.

7. KOMPLIKASI
a. Laringitis akut
Laringiris timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang.
b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun oleh invasi bakteri, ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus.Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus akan menghilang kecuali batuk yang masih terus sampai beberapa hari. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan, dan gejala saluran nafas terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada epitel yang telah dirusak virus. Gambaran infiltrat pada foto thoraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.
c. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.
d. Ensefalitis
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya sering terjadi pada hari ke-4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak, dengan mortalitas berkisar antara 30-40%. Terjadinya ensefalitik dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cerebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar gula dalam batas normal.
e. SSPE (subacut sclerosing panencepalitis)
subacut sclerosing panencepalitis merupakan kelainan deganeratif susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh karena infeksi oleh virus campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per100.000 infeksi campak. Resiko lebih besar pada umur yang lebih muda, masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang pada umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
f. Otitis media
Invasi virus kedalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodormal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus, terjadi otitis media purulen.
g. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus kedalam mukosa usus.
h. Konjungtivitis
Pada hampir pada semua kasus campak terjadi konjungtivitis,yang ditandai dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotopobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat di deteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtiva dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis dan menyebabkan kebutaan.
i. Sistem kardiovaskuler
Pada ECG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T, kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval A-V. Perubahan tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinik.
Kerusakan neurologik yang meliputi memory, bicara, penglihatan, pendengaran, gerak otot, rangsang. Pada pasien yang berhasil sembuh dari ensefalitis.retardasi mental, masalah tingkah laku dan epilepsy.
Pada kasus diatas setelah pasien dirawat 13 hari anak dalam kesadaran apatis anak bisa bersuara tapi belum bisa diajak komunikasi. Hari ke 17 anak mulai bisa bicara mama, mimik. Kemudian anak menjalani fisioterapi dan speech terapi. Pada hari ke 28 anak sudah bisa menggerakkan tangan dan kaki walau masih terbatas dan mulai belajar duduk.
8. PENGOBATAN
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan, diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU per oral satu kali pemberian, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan1500 IU tiap hari. Apabila terjadi penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu:
 Bronkopneumonia, diberikan antibiotik ampisilin 100mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik di berikan sampai 3 hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin biasanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.
 Enteritis, pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.
 Otitis media, seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, maka perlu mendapat antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis)
 Ensefalopati, perlu direduksi jumlah pemberian cairan ¾ kebutuhan untuk mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah
Untuk encefelitis diberikan pengobatan;
• Antiviral untuk herpes encephalitis atau infeksi viral lain
• Antibiotik
• Anti seizure missal phenitoid
• Steroid untuk meteduksi edem otak missal deksametason
• Sedative untuk obati kejang
• Acetaminophen untuk obati panas dan sakit kepala.
• Support nutrisi, istirahat dan cairan.
• Fisioterapi dan speech terapi jika penyakit akut sudah terkontrol.

9. PENCEGAHAN
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi berumur 9 bulan atau lebih. Program imunisasi campak secara luas baru di kembangkan pelaksanaannya pada tahun 1982.
Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1) Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan ( tipe Edmonstone B). dan (2) Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan ( virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam almuminium). Sejak tahun 1967 vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan tidak digunakan lagi; oleh karena efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat menimbulkan gejala atypikal measles yang hebat. Sebaiknya, vaksin campak yang berasal dari virus hidup yang telah dilemahkan, yang dikembangkan dari Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudian menjadi strain Moraten (1968) dengan mengembangkan biakan virusnya pada embrio ayam. Vaksin Edmonstone Zagerb merupakan hasil biakan dalam human diploid cell yang dapat digunakan secara inhalasi atau aerosol dengan hasil yang memuaskan.
dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000 TCID atau sebanyak 0,5 ml. Tetapi dalam hal vaksin yang hidup, pemberian dengan 20 TCID-50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Cara pemberian yang di anjurkan adalah subcutan, walaupun dari data yang terbatas dilaporkan bahwa pemberian intra muskuler tampaknya mempunyai efektifitas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Campellone Joseph.V,2004,Encephalitis,www.nim.nih.gov/medline/ency/article.
2. Dyne.p,2005,Measles Virus in The Brain,www.emedicine.com,inc.
3. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare, Buku Ajar Diare, Departemen Kesehata RI,1999, hal.1-48.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak , Morbili dalam Bab Infeksi Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta,2000, 624-628.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak ,Encephalitis dalam Bab Infeksi Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta,2000, 622-624.
6. Soegianto S. Campak. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Penyakit Tropis. Jakarta; IDAI, 2002:125-33.