PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran
empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan
batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Lesmana dkk,divisi
hepatology FKUI 2009).1
Kejadian batu empedu di negara – negara industri antara 10 – 15 %. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta
orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya
terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi ( menurut “Healthy
Lifestyle” Desember 2008). Sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien
pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27%
pasien ( menurut divisi Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009 ). Prevalensi tergantung
usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada
wanita. Faktor risiko batu empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni
Fatty (gemuk), Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita).
Wanita lebih berisiko mengalami batu empedu
karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40th
tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa wanita di
bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes
mellitus ( DM ), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu
empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan, anak – anak pun bisa mengalaminya,
terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.2,3
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya,
batu empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu : 1. Batu
kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%, 2. Batu pigmen coklat atau
batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen
utama, dan 3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.1
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam
patogenesis batu kolesterol : 1. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu,
2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan 3. Gangguan motilitas
kandung empedu dan usus. Sedangkan patogenesis batu pigmen
melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet.
Kelebihan aktivitas β-glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang
peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. 1
Walaupun batu dapat terjadi dimana saja dalam
saluran empedu, namun batu kandung empedu ialah yang tersering didapat. Bila
batu empedu ini tetap saja tinggal di dalam kandung empedu, maka biasanya tidak
menimbulkan gejala apapun. Gejala – gejala biasanya timbul bila batu ini keluar
menuju duodenum melalui saluran empedu, karena dapat menyebabkan kolik empedu
akibat iritasi, hidrops, atau empiema akibat obstruksi duktus cysticus. Bila
obstruksi terjadi pada duktus koledokus maka dapat terjadi kolangitis
ascendens, ikterus, dan kadang – kadang sirosis bilier.4,5
Jika batu empedu tidak menimbulkan gejala biasanya
pasien tidak memerlukan pengobatan. Meski demikian, banyak juga kasus batu
empedu yang membutuhkan tindakan operasi yang disebut cholecystectomy. Saat
ini operasi sudah biasa dilakukan dengan laparoskopi atau bedah minimal. Karena
hanya dengan sayatan kecil, proses pemulihannya pun lebih cepat. Bedah minimal
juga hanya menimbulkan sedikit nyeri dan kalaupun terjadi komplikasi hanya
ringan saja, tidak seperti bedah terbuka. Ada pula kasus yang mengharuskan
kantong empedu diangkat. Walaupun organ ini sudah dibuang, seseorang
bisa saja melanjutkan kehidupannya dengan normal dan tetap produktif karena sebetulnya kantong empedu
hanya berfungsi sebagai tempat penampungan. Setelah menjalani pengangkatan
kantong empedu, pasien sebaiknya memperhatikan pola makan yaitu dengan
membatasi asupan makanan berlemak atau berminyak.6
1.2
Tujuan
Adapun tujuan pembuatan referat ini adalah untuk
mengetahui dan lebih memahami definisi, patogenesa, gejala klinis, diagnose dan
penatalaksanaan kolelitiasis karena penyakit batu empedu sudah merupakan
masalah kesehatan yang penting di negara barat, sedangkan di Indonesia baru
mendapat perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian masih
terbatas. Batu empedu walaupun merupakan
kasus yang tidak begitu sering ditemui, tetapi gejalanya yang mirip penyakit
maag, penyakit kuning ( hepatitis ), bahkan bisa mirip usus buntu, radang
pankreas dan irritable bowel syndrome. Karena diagnosa banding yang banyak itu,
butuh ketelitian pemeriksaan fisik dan diagnostik sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam diagnosa.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi kandung empedu
Kandung
empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus
kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum.
Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan
bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari
kandung empedu.8
Empedu
yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang
kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang
lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis.
Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.7,8
Gambar 1. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007)
2.2 Fisiologi
Salah satu fungsi hati adalah untuk
mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200 ml/hari. Kandung empedu mampu
menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk
sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50
%. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi
air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang
terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.8
Menurut
Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
•
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena
asam empedu yang melakukan dua hal antara lain : asam empedu membantu mengemulsikan
partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan
bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu
membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan
melalui membran mukosa intestinal.
•
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan
yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel
hati.
Pengosongan kandung empedu
dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi ketika makanan berlemak
masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan
pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas
pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang
menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain
kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang
menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu
mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon
terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan,
pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak
yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh
dalam waktu sekitar 1 jam. 8
Garam empedu, lesitin, dan
kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah
bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang
dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya
dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali
produksi normal kalau diperlukan.7,8
2.3 Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan
tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan
infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling
penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol
dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan
supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur
tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam
pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.1,8
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu
empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan
pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan
kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak
absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari empedu, dan terlalu banyak
sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian
ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis
kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk
alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa
tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu
empedu.6 Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus
koledokus melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus
sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial
atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di
dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh
striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.1,7,8
2.4 Patofisiologi
a. Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung
jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu
ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 %
kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen
empedu, senyawa organik dan inorganik lain. 7
Menurut
Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol
terjadi
dalam empat tahap:
•
Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
•
Pembentukan nidus.
•
Kristalisasi/presipitasi.
•
Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar
kolesterol dan
senyawa lain yang membentuk matriks batu.
b.
Batu Kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
Disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, sering
ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak. Umumnya
batu pigmen coklat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang
terinfeksi. Batu pigmen coklat biasanya ditemukan dengan ukuran diameter kurang
dari 1 cm, berwarna coklat kekuningan, lembut dan sering dijumpai di daerah
Asia. Batu ini terbentuk akibat faktor stasis dan infeksi saluran empedu.
Stasis dapat disebabkan karena disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi
bilier, dan parasit. Pada infeksi empedu, kelebihan
aktivitas β-glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci
dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis bilirubin
oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan
mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim β-glucuronidase bakteri berasal
dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat
dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan
diet rendah protein dan rendah lemak.1
c. Batu pigmen hitam
Batu tipe ini banyak dijumpai pada pasien dengan
hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen ini terutama terdiri dari
derivat polymerized bilirubin. Patogenesis terbentuknya batu pigmen ini belum
jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu
yang steril. Batu empedu jenis ini umumnya berukuran kecil, hitam dengan
permukaan yang kasar. Biasanya batu pigmen ini mengandung kurang dari 10%
kolesterol.10
2.5 Manifestasi klinis
2.5.1.
Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis)
ü Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak
memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat
kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dyspepsia
atau mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu
kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang
dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan
merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun.
Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien
dengan batu empedu asimtomatik.4
ü Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran
kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari
15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris,
nyeri post prandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan
berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan
kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris.
Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.1,7
ü Pasien dengan komplikasi batu empedu
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu
yang paling umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara
wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu,
berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran
tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan
konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak
nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi
atau dengan pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula.
Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat
berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri
tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien
berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi
ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami
kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.4
2.5.2.
Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Pada
batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan
atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi,
akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non
piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri
didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa
kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa
tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan
kesadaran sampai koma3.
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat
serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu
duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta
dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode
parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil
melalui ampula vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal
dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya
batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.7
2.6
Pemeriksaan Penunjang7,9
a.Pemeriksaan
Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan
pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi
leukositosis, biasanya akan diikuti kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali
terjadi serangan akut.
b. Pemeriksaan Radiologis
·
Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak
memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu
yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung empedu
berkalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos abdomen. Pada peradangan akut
dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang
terlihat sebagai massa jaringan lunak dikuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, flexura hepatica.
Gb 2. Foto Rongent
pada kolelitiasis
·
Ultrasonografi
Pemeriksaan ini merupakan
metode noninvasif yang sangat bermanfaat dan merupakan pilihan pertama untuk
mendeteksi kolelitiasis dengan nilai sensitifitas dan spesifisitas lebih dari
95%.
Ultrasonografi dapat
memberikan informasi yang cukup lengkap mengenai :
·
Memastikan adanya batu empedu
·
Menunjukkan berapa batu empedu yang ada dan juga ukurannya.
·
Melihat lokasi dari batu empedu tesebut.
Apakah di
dalam kandung empedu atau di
dalam duktus.
Ada 2 jenis pemeriksaan menggunakan
ultrasonografi, yaitu :
Ø Ultrasonografi
transabdominal
Pemeriksaan ini tidak
menimbulkan rasa nyeri, murah dan tidak membahayakan pasien. Hampir sekitar 97%
batu empedu dapat didiagnosis dengan ultrasonografi transabdominal, namun
kurang baik dalam mengidentifikasi batu empedu yang berlokasi di dalam duktus
dan hanya dapat mengidentifikasi batu empedu dengan ukuran lebih besar dari 45
mm.
Ø Ultrasonografi endoskopi
Ultrasonografi endoskopik
dapat memberikan gambaran yang lebih baik daripada ultrasonografi
transabdominal. Karena sifatnya yang lebih invasif dan juga dapat
mendeteksi batu empedu yang berlokasi di duktus biliaris lebih baik.
Kekurangannya adalah mahal dari segi biaya dan banyak menimbulkan risiko bagi
pasien.
Ultrasonografi mempunyai
derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung
empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Juga
dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem
karena peradangan maupun sebab lain.
Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena
terhalang udara didalam usus. Dengan ultrasonografi punktum maksimum rasa nyeri
pada batu kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa.
Gb
3. Hasil USG menunjukan adanya batu pada kandung empedu
·
Kolesistografi
Untuk
penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin serum diatas2 mg/dl, obstruksi
pylorus, dan hepatitis karena pada keaadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Penilaian
kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
Gb
4. Hasil Kolesistografi
·
CT scan
Menunjukan batu
empedu dan dilatasi saluran empedu.
Gb 5. CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple
·
ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreatography)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.
Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan
akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu,
selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh
penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh
obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala
gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP
ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.
Gb 6. ERCP
menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek) dan di duktus
intrahepatik (panah panjang)
·
Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography
(MRCP)
Magnetic resonance cholangio-pancreatography atau
MRCP adalah modifikasi dari Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan
untuk mengamati duktus biliaris dan duktus pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi
batu empedu di duktus biliaris dan juga bila terdapat obstruksi duktus.
Gb 7. Hasil MRCP
2.7 Penatalaksanaan 7,9,10
2.7.1 Konservatif
a). Lisis
batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak
akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan
dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan
umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam
ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu
pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi.
Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 %
dalam 5 tahun1.
b).
Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi
langsung pelarut kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan
kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi2.
c).
Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer
beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas
untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat10.
2.7.2 Penanganan
operatif
a). Open
kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan
batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat
jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru
ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka
pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang
dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun
angka kematian mencapai 0,5 %4.
b).
Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan
tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat,
hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya
yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra
indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi
tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi
yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan
trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun
umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas
pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas
normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh
sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.16
c).
Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi
dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil
dengan
efek nyeri pasca operasi lebih rendah.
BAB III
RINGKASAN
Kolelitiasis
atau batu empedu merupakan penyakit yang cukup sering diderita oleh wanita, terutama usia antara 20-60
tahun. Batu empedu umumnya dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: Batu kolesterol,
batu bilirubin atau batu pigmen coklat dan batu pimen hitam. Batu kolesterol merupakan yang tersering ditemukan,
dengan kandungan kolesterol lebih dari 70%. Batu empedu dapat ditemukan di
dalam kandung empedu itu sendiri, atau dapat juga ditemukan di saluran-saluran
empedu, seperti duktus sistikus atau duktus koledokus. Sekitar 80% pasien
dengan batu empedu, biasanya asimtomatis. Sedangkan pada yang simtomatik,
keluhan utamanya biasa berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau prekordium, dan kolik bilier.
Penyebab dari batu
empedu ini belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan ada 3 faktor
predisposisi terpenting, yaitu: Gangguan metabolisme yang menyebabkan perubahan
komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Adanya faktor
resiko terbentuknya batu empedu dikenal dengan 4F yaitu fatty, fourty, fertile
dan female.
Ada
banyak cara untuk mendeteksi batu empedu, tetapi yang paling akurat dan sering
digunakan adalah ultrasonografi. Tindakan operatif atau kolesistektomi
merupakan terapi pilihan pada pasien dengan batu empedu.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid
1. Edisi IV.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.479 - 481
2.
Lumbantobing S. M, Pemeriksaan fisik dan Mental, Jakarta:
Fakultas kedokteran Univeritas Indonesia, 1998.
3.
Brunner & suddart, Keperawatan medical bedah Vol 2.
Jakarta.EGC, 2001
4.
Wilkison, Judit M, buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta
: EGC,2006
5.
http://www.scribd.com/doc/26152642/makalah-kolelitiasis
6.
Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah
(Principles of
Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2000.459-64.
7.
Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit
Buku
Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
8.
Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar
Fisiologi
Kedokteran.
Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
9.
ClinicStaff.Gallstones.Availablefrom:http:/www.6clinic.com/health/digetivesystyem/DG9999.htm
10.
Cholelithiasis.Availablefrom:http:/www.7.com/healthmanagement/ManagingYourHealth/HealthReference/Disease/InDepth.htm.
2 comments:
Saved as a favorite, I like your web site!
I'd like to find out more? I'd love to find out more details.
Post a Comment