11 orang yang mecoba mengejar mimpi menjadi seorang dokter yang sukses

Thursday, July 12, 2012

DERMATITIS ATOPIK


A. Definisi
Dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita ( Dermatitis atopik, rinitis alergi, dan atau asma bronkial).
B. Sinonim
Dermatophytic onychomycosis,ring worm of the nail
C. Etiologi dan Epidemiologi
  • Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui, tetapi faktor keturunan merupakan dasar pertama untuk timbulnya penyakit.
  • Usia
Bayi : 2 bulan – 2 tahun
Anak : 3 – 10 tahun
Deawasa : 13 – 30 tahun
  • Jenis kelamin : lebih banyak pada wanita

D. Patogenesis
Berbagai faktor ikut berpengaruh dalam patogenesis dermatitis atopik (D.A.) misalnya faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan imunologik. Konsep dasar terjadinya DA adalah melalui reaksi imunologik, yang diperantarai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang.
Beberapa faktor imunologik yang berperan pada patogenesis DA, misalnya respons bifase yang diperantarai IgE dan peran beberapa sel imunokompeten.
Hanifin JM mengemukakan bahwa imunopatologi dari D.A. sangat kompleks. Pada satu sisi reaksi alergi tipe I yang diperantarai IgE berperan pada patogenesis D.A. yang kemudian diikuti reaksi alergi tipe IV (delayed-type hypersensitivity).
Reaksi imunologik yang terjadi pada DA, dapat diklasifikasikan sebagai respons bifase yang diperantarai IgE yaitu Early Phase Reaction (EPR) dan IgE-dependent Late Phase Reaction (LPR). 15-30 menit sesudah alergen tertentu berikatan dengan IgE yang terdapat pada permukaan sel mast, sel mast mengeluarkan histamin dan beberapa mediator misalnya beberapa macam sitokin IL-1 (interleukin-1), IL-3, IL-4, IL-5, GM-CSF (granulocyte monocyte colony stimulating factor), TNF-£ (tumor necrosis factor-£), dan faktor kemotaktik lekosit, ke jaringan kulit. Setelah 3-4 jam menghilangnya EPR, timbullah fase yang disebut LPR yang diperantarai IgE.
Gangguan imunologi yang menonjol pada DA adalah adanya peningkatan produksi IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat. Aktivitas limfosit T meningkat karena pengaruh dari IL-4. Sementara itu produksi IL-4 dipengaruhi oleh aktivitas sel T helper. Sel Th2 akan merangsang sel B untuk memproduksi IgE. Sitokin dihasilkan IL-2 dan IL-4.  Jadi pada Da, Th2 mempunyai peran yang menonjol pada proses patogenesis DA.
Sel langerhans menyerahkan antigen ke sel T dan menyebabkan sel T menjadi aktif. Hasilnya adalah produksi limfokin. Alergen berikatan dengan IgE yang menempel pada permukaan membran sel langerhans. Menempelnya molekul imunoglobulin pada sel langerhans melalui suatu reseptor disebut Fc_iR. Fc_iR berkaitan dengan peranan sel Langerhans sebagai sel penyaji antigen.
Kadar IgE dalam serum penderita DA dan jumlah eosinofil dalam darah perifer umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara DA dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan DA mengalami asma bronkial atau rinitis alergik.
Pada anak kecil, makanan adapat berperan dalam patogenesis DA, tetapi tidak biasa terjadi pada penderita DA yang lebih tua. Makanan yang paling sering ialah telur, susu, gandum, kedele, dan kacang tanah. Reaksi yang terjadi pada penderita DA karena induksi alergen dapat berupa dermatitis ekzematosa, urtikaria, atau kelainan mukokutan yang lainnya. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil reaksi positif terhadap tes kulit dadakan (immediate skin test) dengan berbagai jenis makanan.

E. Gejala Klinis
Kulit penderita DA umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin.
Gejala utama DA adalah pruritus, umumnya lebih hebat pada malam hari. Penderita akan menggaruk untuk mengatasi rasa gatalnya itu, sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit. Dapat berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, eskoriasi, eksudasi, dan krusta.
DA dapat dibagi menjadi tiga fase :
1. DA Infantil ( 2 bulan – 2 tahun )
Lesi berupa eritema, papulo-vesikel, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi biasanya di kulit kepala, muka (dahi, pipi), daerah popok dan ekstremitas regio extensor.
2. DA pada anak ( 2 – 8 tahun)
Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi dan sedikit skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, di lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata, leher, dan jarang ditemui di muka.
3. DA pada remaja dan dewasa
Lesi dapat berupa plak papular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada DA remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi dan sekitar mata. Pada DA dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik.


F. DIAGNOSA
Diagnosa DA didasarkan kriteria Hanifin dan Rajka harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor.
Kriteria mayor :
  • Pruritus
  • Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
  • Dermatitis di fleksura pada dewasa
  • Dermatitis kronis atau residif
  • Riwayat atopi pada penderita atau keluarga
Kriteria minor :
  • Xerosis
  • Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
  • Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
  • Hiperliniaris palmaris
  • Pitiriasis alba
  • Dermatitis di papila mamae
  • Lipatan infra orbital
  • Konjungtivitis berulang
  • Keratokonus
  • Katarak subkapsular anterior
  • Orbita menjadi gelap
  • Muka pucat atau eritema
  • Gatal bila berkeringat
  • Hipersensitifitas terhadap makanan
  • Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
  • Kadar IgE dalam serum meningkat
  • Awitan pada usia dini



G. Penatalaksanaan
§  Pencegahan primer
Direkomendasikan seorang ibu dengan riwayat atopi untuk menyusui anaknya paling sedikit empat bulan. Merokok supaya dihindarkan ibu selama kehamilan dan sementara fase infantil berkembang. Ibu juga dianjurkan untuk tidak makan makanan yang sering menyebabkan alergi misalnya telur, susu dan ikan.
§  Pencegahan sekunder
Menjauhkan diri dari alergen, misal menghindari pemakaian permadani, ventilasi rumah yang baik, menghindari bulu hewan peliharaan, dan lain-lain.
§  Penanganan rasa gatal
Kulit kering memberikan masalah berupa rasa gatal. Untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan perbaikan kadar air kulit, misalnya mempertahankan hidrasi kulit dan memberikan pelembab dalam waktu yang lama. Misalnya krim hidrofilik urea 10%, dapat pula ditambah hidrocortison 1% di dalamnya. Pelembab mengandung asam laktat, konsentrasi jangan lebih dari 5%.

§  Kortikosteroid
Pengobatan DA dengan kortikosteroid topikal adalah yang paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Pada bayi digunakan kortikosteroid potensi rendah. Pada anak dan dewasa dapat digunakan potensi sedang. Apabila lesi kronis, digunakan potensi tinggi. Kortikosteroid sistemik digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah.
§  Antihistamin
Digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Dapat digunakan anti histamin yang mempunyai efek sedatif, disesuaikan dengan kebutuhan