A. Definisi
Dermatitis
Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau
penderita ( Dermatitis atopik, rinitis alergi, dan atau asma bronkial).
B. Sinonim
Dermatophytic
onychomycosis,ring worm of the nail
C. Etiologi dan Epidemiologi
- Etiologi
Penyebab
pasti belum diketahui, tetapi faktor keturunan merupakan dasar pertama untuk
timbulnya penyakit.
- Usia
Bayi : 2
bulan – 2 tahun
Anak : 3 –
10 tahun
Deawasa :
13 – 30 tahun
- Jenis kelamin : lebih
banyak pada wanita
D. Patogenesis
Berbagai faktor ikut berpengaruh dalam patogenesis dermatitis atopik
(D.A.) misalnya faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan
imunologik. Konsep dasar terjadinya DA adalah melalui reaksi imunologik, yang
diperantarai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang.
Beberapa faktor imunologik yang berperan pada patogenesis DA, misalnya
respons bifase yang diperantarai IgE dan peran beberapa sel imunokompeten.
Hanifin JM mengemukakan bahwa imunopatologi dari D.A. sangat kompleks.
Pada satu sisi reaksi alergi tipe I yang diperantarai IgE berperan pada
patogenesis D.A. yang kemudian diikuti reaksi alergi tipe IV (delayed-type
hypersensitivity).
Reaksi imunologik yang terjadi pada DA, dapat diklasifikasikan sebagai
respons bifase yang diperantarai IgE yaitu Early Phase Reaction (EPR) dan
IgE-dependent Late Phase Reaction (LPR). 15-30 menit sesudah alergen tertentu
berikatan dengan IgE yang terdapat pada permukaan sel mast, sel mast
mengeluarkan histamin dan beberapa mediator misalnya beberapa macam sitokin
IL-1 (interleukin-1), IL-3, IL-4, IL-5, GM-CSF (granulocyte monocyte colony
stimulating factor), TNF-£ (tumor necrosis factor-£), dan faktor kemotaktik
lekosit, ke jaringan kulit. Setelah 3-4 jam menghilangnya EPR, timbullah fase
yang disebut LPR yang diperantarai IgE.
Gangguan imunologi yang menonjol pada DA adalah adanya peningkatan
produksi IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat. Aktivitas limfosit T
meningkat karena pengaruh dari IL-4. Sementara itu produksi IL-4 dipengaruhi
oleh aktivitas sel T helper. Sel Th2 akan merangsang sel B untuk memproduksi
IgE. Sitokin dihasilkan IL-2 dan IL-4.
Jadi pada Da, Th2 mempunyai peran yang menonjol pada proses patogenesis
DA.
Sel langerhans menyerahkan antigen ke sel T dan menyebabkan sel T
menjadi aktif. Hasilnya adalah produksi limfokin. Alergen berikatan dengan IgE
yang menempel pada permukaan membran sel langerhans. Menempelnya molekul
imunoglobulin pada sel langerhans melalui suatu reseptor disebut Fc_iR. Fc_iR
berkaitan dengan peranan sel Langerhans sebagai sel penyaji antigen.
Kadar IgE dalam serum penderita DA dan jumlah eosinofil dalam darah
perifer umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara
DA dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan DA mengalami asma bronkial
atau rinitis alergik.
Pada anak kecil, makanan adapat berperan dalam patogenesis DA, tetapi
tidak biasa terjadi pada penderita DA yang lebih tua. Makanan yang paling sering
ialah telur, susu, gandum, kedele, dan kacang tanah. Reaksi yang terjadi pada
penderita DA karena induksi alergen dapat berupa dermatitis ekzematosa,
urtikaria, atau kelainan mukokutan yang lainnya. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan hasil reaksi positif terhadap tes kulit dadakan (immediate skin
test) dengan berbagai jenis makanan.
E. Gejala Klinis
Kulit penderita DA umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di
epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan
teraba dingin.
Gejala utama DA adalah pruritus, umumnya lebih hebat pada malam hari.
Penderita akan menggaruk untuk mengatasi rasa gatalnya itu, sehingga timbul
bermacam-macam kelainan di kulit. Dapat berupa papul, likenifikasi, eritema,
erosi, eskoriasi, eksudasi, dan krusta.
DA dapat dibagi menjadi tiga fase :
1. DA
Infantil ( 2 bulan – 2 tahun )
Lesi berupa
eritema, papulo-vesikel, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan akhirnya
terbentuk krusta. Lesi biasanya di kulit kepala, muka (dahi, pipi), daerah
popok dan ekstremitas regio extensor.
2. DA
pada anak ( 2 – 8 tahun)
Lesi
lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi dan
sedikit skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, di lipat lutut, pergelangan
tangan bagian fleksor, kelopak mata, leher, dan jarang ditemui di muka.
3. DA
pada remaja dan dewasa
Lesi
dapat berupa plak papular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi
yang gatal. Pada DA remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan
samping leher, dahi dan sekitar mata. Pada DA dewasa, distribusi lesi kurang
karakteristik.
F. DIAGNOSA
Diagnosa
DA didasarkan kriteria Hanifin dan Rajka harus mempunyai tiga kriteria mayor
dan tiga kriteria minor.
Kriteria
mayor :
- Pruritus
- Dermatitis di muka atau
ekstensor pada bayi dan anak
- Dermatitis di fleksura
pada dewasa
- Dermatitis kronis atau
residif
- Riwayat atopi pada
penderita atau keluarga
Kriteria
minor :
- Xerosis
- Infeksi kulit
(khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
- Dermatitis nonspesifik
pada tangan atau kaki
- Hiperliniaris palmaris
- Pitiriasis alba
- Dermatitis di papila
mamae
- Lipatan infra orbital
- Konjungtivitis berulang
- Keratokonus
- Katarak subkapsular
anterior
- Orbita menjadi gelap
- Muka pucat atau eritema
- Gatal bila berkeringat
- Hipersensitifitas
terhadap makanan
- Perjalanan penyakit
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
- Kadar IgE dalam serum
meningkat
- Awitan pada usia dini
G. Penatalaksanaan
§ Pencegahan primer
Direkomendasikan
seorang ibu dengan riwayat atopi untuk menyusui anaknya paling sedikit empat
bulan. Merokok supaya dihindarkan ibu selama kehamilan dan sementara fase
infantil berkembang. Ibu juga dianjurkan untuk tidak makan makanan yang sering
menyebabkan alergi misalnya telur, susu dan ikan.
§ Pencegahan
sekunder
Menjauhkan
diri dari alergen, misal menghindari pemakaian permadani, ventilasi rumah yang
baik, menghindari bulu hewan peliharaan, dan lain-lain.
§ Penanganan rasa
gatal
Kulit
kering memberikan masalah berupa rasa gatal. Untuk mengatasi masalah ini perlu
dilakukan perbaikan kadar air kulit, misalnya mempertahankan hidrasi kulit dan
memberikan pelembab dalam waktu yang lama. Misalnya krim hidrofilik urea 10%,
dapat pula ditambah hidrocortison 1% di dalamnya. Pelembab mengandung asam
laktat, konsentrasi jangan lebih dari 5%.
§ Kortikosteroid
Pengobatan
DA dengan kortikosteroid topikal adalah yang paling sering digunakan sebagai
anti-inflamasi lesi kulit. Pada bayi digunakan kortikosteroid potensi rendah.
Pada anak dan dewasa dapat digunakan potensi sedang. Apabila lesi kronis,
digunakan potensi tinggi. Kortikosteroid sistemik digunakan untuk mengendalikan
eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah.
§ Antihistamin
Digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal
yang hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Dapat digunakan
anti histamin yang mempunyai efek sedatif, disesuaikan dengan kebutuhan