I.
DEFINISI :
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan.
Pengertian dispepsia terbagi dua,
yaitu :
1.
Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap
organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang
pankreas, radang empedu, dan lain-lain.
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau
dispesia nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional
tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan
klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan).
II.
GAMBARAN KLINIS :
Klasifikasi klinis praktis,
didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga
tipe :
1.
Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan
gejala:
a.
Nyeri epigastrium terlokalisasi
b.
Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
c.
Nyeri saat lapar
d.
Nyeri episodik
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas
(dysmotility-like dyspesia), dengan gejala:
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f.
Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua
tipe di atas).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan
berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya.
Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada
mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada
beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain,
makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun,
mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap
selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap
pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak
biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.
III.
KLASIFIKASI BERDASARKAN
PENYEBAB :
A. Idiopatik
B. Organik
I.
Obat-obatan
Obat Anti
Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides, metronidazole), Besi,
KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol), Kortikosteroid, Levodopa, Niacin,
Gemfibrozil, Narkotik, Quinidine, Theophiline
II. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)
a. Alergi
susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk kedelai
dan beberapa jenis buah-buahan
b. Non-alergi
- produk alam : laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein, dll.
- bahan kimia : monosodium glutamate (vetsin), asam benzoat, nitrit, nitrat, dll.
Perlu diingat
beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit dasarnya, misalnya pada
penyakit pankreas dan empedu tidak bisa mentoleransi makanan berlemak, jeruk
dengan PH yang relatif rendah sering memprovokasi gejala pada pasien ulkus
peptikum atau esophagitis.
III.Kelainan
struktural
A. Penyakit
oesophagus
- Refluks gastroesofageal dengan atau tanpa hernia
- Akhalasia
- Obstruksi esophagus
B. Penyakit
gaster dan duodenum
- Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh OAINS dan sakit keras (stres fisik) seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma, shock
- Ulkus gaster dan duodenum
- Karsinoma gaster
C. Penyakit
saluran empedu
- Kholelitiaasis dan Kholedokolitiasis
- Kholesistitis
D. Penyakit
pankreas
- Pankreatitis
- Karsinoma pankreas
E. Penyakit
usus
- Malabsorbsi
- Obstruksi intestinal intermiten
- Sindrom kolon iritatif
- Angina abdominal
- Karsinoma kolon
IV.Penyakit
metabolik / sistemik
- Tuberculosis
- Gagal ginjal
- Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar
- Diabetes melitius
- Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid
- Ketidakseimbangan elektrolit
- Penyakit jantung kongestif
V. Lain-lain
- Penyakit jantung iskemik
- Penyakit kolagen
IV.
PATOFISIOLOGI
Perubahan
pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi
kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang
sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara
dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang
terjadinya kondisi asam pada lambung,
sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun
cairan
V.
PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan non farmakologis
Penatalaksanaan non farmakologis
- Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
- Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang pedas, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
- Atur pola makan
Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)
VI.
FAKTOR RESIKO :
- Perubahan pola makan
- makanan yang pedas
- Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
- Alkohol dan nikotin rokok
- Stres
- Tumor atau kanker saluran pencernaan