A.
DEFINISI
Invaginasi
atau intususepsi adalah suatu keadaan masuknya segmen usus ke segmen bagian
distalnya yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi usus strangulasi
(Mansjoer. R. 2000)
Saat
invaginasi terjadi, akan terbentuk obstruksi pada usus besar dimana dinding
usus akan menekan bagian lainnya (kidshealth. org, 2001)
B.
INSIDENSI
Invaginasi
terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik berlebihan,
biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Pada
anak-anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai kelainan
pada ususnya sebagai penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli, Polyp,
Hemangioma (Schrock, 88). Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama adanya
tumor yang menyebabkannya (Dunphy 80). Perbandingan kejadian antara pria dan
wanita adalah : 3 : 2 (Swenson,90), pada orang tua sangat jarang dijumpai
(Ellis ,90). Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi
adalah ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke
dalam coecum yang longgar. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik
partiil maupun total. Intususepsi paling sering mengenai daerah ileosekal, dan
lebih jarang terjadi pada orang tua dibandingkan dengan pada anak-anak. Pada
kebanyakan kasus pada orang tua dapat diketemukan penyebab yang jelas, umumnya
tumor yang membentuk ujung dari intususeptum.
C. ETIOLOGI
Penyebab dari invaginasi belum
diketahui secara pasti. Tapi banyak yang menyebutkan terkait dengan hal berikut
ini:
1. Pembesaran limfoid usus ( peyer patches ), akibat
peningkatan paparan terhadap antigen
baru.
2. Cacat lahir.
3. Massa yang keras dari isi usus ( mekonium ).
4. Usus yang melintir ( volvulus ).
5. Divertikel kelenjar Meckel ( suatu duktus yang
timbul dari ileum yang menutup pada ujung tali pusat tetapi tetap terbuka pada ujung
usus ).
6. Infeksi saluran napas atas, karena umumnya
intususepsi terjadi pada musim dingin atau hujan ketika banyak terjadi infeksi
saluran napas atas.
7. Infeksi saluran cerna ( diare ), karena pada
pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa mesenterium, terdapat adenovirus
bersama-sama invaginasi.
8. Pada umur 2 tahun ke atas, biasanya disebabkan
polip usus, hemangioma dan limfosarkoma.
Pada orang dewasa, penyumbatan usus dua belas jari
mungkin disebabkan oleh :
1. Kanker pankreas.
2. Jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu
atau penyakit Crohn.
3. Perlekatan, dimana pita fibrosis dari jaringan
ikat menjepit usus.
4. Penonjolan bagian usus melalui lubang yang
abnormal ( hernia ), dan usus menjadi terjepit di dalamnya.
5. Batu empedu.
6. Massa makanan yang tidak tercena.
7. Sekumpulan cacing.
Pada usus besar, penyebab penyumbatannya adalah :
1. Kanker.
2. Usus yang melintir.
3. Tinja yang keras.
D. EPIDEMIOLOGI
Angka
kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang, menurut angka yang
pernah dilaporkan adalah 0,08% dari semua kasus pembedahan lewat abdomen dan 3%
dari kejadian obstruksi usus , angka lain melaporkan 1% dari semua kasus
obstruksi usus, 5% dari semua kasus invaginasi (anak-anak dan dewasa),
sedangkan angka-angka yang menggambarkan angka kejadian berdasarkan jenis
kelamin dan umur belum pernah dilaporkan, sedangkan segmen usus yang terlibat
yang pernah dilaporkan Anderson 281 pasien terjadi pada usus halus ( Jejunum,
Ileum ) 7 pasien ileocolica, 12 pasien cecocolica dan 36 colocolica dari 336
kasus yang ia laporkan. Desain pada 667 pasien menggambarkan 53% pada duodenum,
jejunum atau ileum, 14% lead pointnya pada ileoseccal, 16% kolon dan 5%
termasuk appendik veriformis.
Hampir
70 % kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Bisset
et all, 1988) sedangkan Orloff mendapatkan 69% dari 1814 kasus pada bayi dan
anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Chairl Ismail 1988 mendapatkan
insiden tertinggi dicapai pada anak-anak umur antara 4 sampai dengan 9 bulan.
Perbandingan antara laki-laki dan wanita adalah 2:1 (Kartono, 1986; Cohn 1976;
Chairul Ismail 1988).
Insidensi
tertinggi dari inttususepsiterdapat pada usia dibawah 2 tahun (Ellis 1990).
Orloof mendapatkan 69% dari1814 kasus pada anak-anak terjadi pada usia kurang
dari 1 tahun (Cohn 1976). Pada bayi dan anak-anak intususepsi merupakan
penyebab kira-kira 80-90% dari kasus obstruksi. Pada orang dewasa intususepsi
lebih jarang terjadi dan diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 5% dari kasus
obstruksi (Ellis, 1990)
E.
KLASIFIKASI
INVAGINASI
Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe
:
1.
Enterik : usus halus ke usus
halus
2. Ileocaekal : valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum
dan menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari intususepsi.
3. Colocolika : kolon ke kolon.
4.
Ileocoloika : ileum prolaps melalui valvula
ileosekalis ke kolon.
F.
PATOGENESIS
Berbagai
variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada
intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu
bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau
kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari
oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau
proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada
keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada
pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen
usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan
mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan
nekrosis dinding usus.
Perubahan
patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum.
Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum
ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien,
dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan
tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapat
sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan
perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dinding usus
dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren. Gangren
dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan dari
intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen
tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada
intususepsi.
Invaginasi
akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik parsial maupun total dan
strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih
mobile menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal
yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema.
Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi
invaginasi.
G.
GAMBARAN
KLINIS
Rasa
sakit adalah gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya
serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan
kemudian menghilang sama sekali, diagnosis dapat ditegakkan. Rasa sakit
berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara satu serangan dengan
serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari
gejala. Selain dari rasa sakit
gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah, keluarnya darah melalui
rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut. Beratnya gejala muntah
tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi letak obstruksi,
semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan oleh kembalinya aliran
darah dari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya sedikit darah adalah
khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan.
Gambaran
klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus pada
umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya intususepsi
berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua disertai
keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi pada
anak-anak. Pada orng dewaasa sering ditemukan perjalanan penyakit yang jauh
lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam usaha menegakkan
diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan lain.
Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan
intususepsi.
Pada
kasus intususepsi khronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan
membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri dari
serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan
kadang-kadang juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan
lendir melalui rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan.
Gejala-gejala lain yang juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia.
Masa abdomen dapat diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan.
H. DIAGNOSIS
Gejala klinis yang sering dijumpai
berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai dengan flexi sendi koksa dan lutut
secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi segmen usus yang terinvaginasi.
Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila berlanjut akan terjadi
strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus bercampur dengan darah
sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah Terdapatnya darah samar dalam
tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis pada tinja dijumpai pada + 40% dan
pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan mucus pada + 20% kasus.
Diare merupakan suatu gejala awal
disebabkan oleh perubahan faali saluran pencernaan ataupun oleh karena infeksi.
Diare yang disebut sebagai gejala paling awal invaginasi, didapatkan pada 85%
kasus. Pasien biasanya mendapatkan intervensi medis maupun tradisional pada
waktu tersebut. Intervensi medis berupa pemberian obat-obatan. Hal yang sulit
untuk diketahui adalah jenis obat yang diberikan, apakah suatu antidiare (suatu
spasmolitik), obat yang sering kali dicurigai sebagai pemicu terjadinya
invaginasi. Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu gejala invaginasi atau
pengobatan terhadap diare sebagai pemicu timbulnya invaginasi sulit ditentukan
Muntah reflektif sampai bilus
menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini dijumpai pada + 75%
pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai gejala yang dominan
pada sebagian besar pasien. Muntah reflektif terjadi tanpa penyebab yang jelas,
mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan sampai muntah bilus.
Muntah bilus suatu pertanda ada refluks gaster oleh adanya sumbatan di segmen
usus sebelah anal. Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain berupa kembung,
suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan didapatkan pada
90%.
Gejala lain yang dijumpai berupa
distensi, pireksia, Dance’s Sign dan Sousage Like Sign, terdapat darah samar,
lendir dan darah makroskopis pada tinja serta tanda-tanda peritonitis dijumpai
bila telah terjadi perforasi. Dance’s Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada
+ 60% kasus, tanda ini patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan
teraba seperti batang sosis, yang tersering ditemukan pada daerah
paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan teraba kosong dan
tanda ini disebut sebagai Dance’s Sign. Pemeriksaan colok dubur teraba seperti
portio uteri, feces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan merupakan
suatu tanda yang patognomonik.
Pemeriksaan foto polos abdomen,
dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran tertentu dari abdomen
menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis
invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan
pseudo kidney signpada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan kontras
barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan
sebagai diagnostik maupun terapetik.
TRIAS INVAGINASI :
• Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan
mengankat kaki (Craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu
• Muntah warna hijau (cairan lambung)
• Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa)
atau darah (lapisan dalam)
Pemeriksaan Fisik :
• Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm
counter.
• Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal
yang terjadi spontan
• Nyeri tekan (+)
• Dancen sign (+) adalah Sensasi kekosongan padakuadran kanan bawah
karena masuknya sekum pada kolon ascenden
Radiologis :
1.
FPA
Foto abdomen 3 posisi
Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level,
Hering bone (gambaran plika circularis usus). Distribusi gas terhenti pada
daerah colon yang invaginasi
2.
Colon In loop berfungsi
sebagai :
• Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi, coil
spring
• Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila
belum ada tanda-tanda obstruksi
dan kejadian < 24 jam
3.
Pemeriksaan USG
Didapatkan :
·
potongan transversal:
massa bulat / oval, dinding luar hipoechoic mengelilingi daerah tengah
hiperechoic
·
potongan longitudinal:
gambaran “sandwich” atau seperti ginjal
4.
CT-Scan Abdomen
Didapatkan :
·
massa besar pada usus
yang invaginasi, batas jelas, berlapis-lapis seperti target
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube
ditarik dari anus barium keluar bersama feses dan udara
Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan
intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya
adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan kausanya adalah intususepsi,
pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan
pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography
dan computed tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan
pembedahan.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang
khas dan pemeriksaan fisik. Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai
kolon, barium enema mungkin dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan
didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu
cupshaped appearance pada barium di tempat ini.
Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau
keseluruhan intususepsi mungkin akan tereduksi. Jika barium dapat melewati
tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu coil spring appearance yang
merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda-tanda
ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis
telah dapat ditegakkan (Cohn 1976).
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus
intususepsi mempunyai riwayat perjalanan penyakit yang khronis, bahkan
kadang-kadnag mencapai waktu bertahun – tahun. Keadaan ini lebih sering
ditemukan padaorng dewasa daripada anak-anak (Tumen 1964). Biasanya ditemukan
suatu kelainanlokal pada usus namun Goodal (cit Tumen, 1964) telah mengumpulkan
dari literatur 122 kasus intususepssi khroni primeir pada orang dewasa.
Beberapa penulis tidak menyetujui konsep bahwa intususepsi tersebut berlangsung
terus menerus dalam waktu demikian lama. Stallman (cit Tumen 1964) mempertanyakan
tepatnya penggunaan istilah intususepsi khronis. Goldman dan Elman (cit Tumen
1964) mengemukakan keyakinannya bahwa penderita tidak mungkin dapat bertahan
hidup dengan intususepsi yang berlangsung lebih dari 1 minggu. Para penulis ini
berpendapat, hal yang paling mungkin telah terjadi pada kasus seperti ini
adalah adanya reduksi spontan dan rekurensi yang terjadi berganti-ganti. Adanya
mesenterium yang panjang, yang memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan
sirkulasi,kemungkinan dapat menyebabkan terpeliharanya integritas striktural
usus. Serangan ini dapat berulang dalam waktu yang lama dengan status kesehatan
penderita yang relatif baik, sampai akhirnya terdapat suatu serangan yang
demikian beratnya sehingga tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan bedah
menjadi diperlukan.
Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya
dengan penyakit lainnya yaitu melalui :
1. Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum,
khusus dan status lokalis seperti diatas).
2. Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium
Enema dan Computed Tomography)
I.
PENATALAKSANAAN
Keberhasilan
penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika
pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan memberikan
prognosa yang lebih baik.
Penatalaksanaan
penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua
tindakan :
1.
Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan
cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan
tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan
diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976.
2.
Reduksi manual
(milking) dan reseksi usus
Pasien dengan
keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit, mengalami
gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi
abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock
atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Laparotomi
dengan incisi transversal interspina merupakan standar yang diterapkan di RS.
Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan keadaan usus,
reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga
bergantung kepada ketrampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan
apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila
viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab
invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose “end to end” apabila
hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau
enterostomi.
Terapi intususepsi
pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada saat pembedahan tidak sulit
dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan
penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah dianjurkan untuk
segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha reduksi. Pada
intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati.
Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan
dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus yang idiopatik,
tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975 cit
Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada keragu-raguan
mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.
1. Pre-operatif
Penanganan
intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada kasus obstruksi
usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit
bila sudah terjadi defisit elektrolit
2. Durante Operatif
Penanganan secara
khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena kausa terbanya intususepsi
pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka tindakan yang dianjurkan adalah
reseksi anastosmose segmen usus yang terlibat dengan memastikan lead pointnya,
baik itu neoplasma yang bersifat jinak maupun yang ganas.
Tindakan manual
reduksi tidak dianjurkan karena risiko:
1. Ruptur dinding
usus selama manipulasi
2. Kemungkinan
iskemik sampai nekrosis pasca operasi
3. Kemungkinan
rekurensi kejadian intususepsi
4. Ileus yang
berkepanjangan akibat ganguan otilitas
5. Pembengkakan
segmen usus yang terlibat
Batas reseksi pada
umumnya adalah 10cm dari tepi – tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya
pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end
to end atau side to side.
Pada kasus-kasus
tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya tidak ditemukan maka
tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus retrograd intususepsi
pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan, keadaan lainya
seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak tindakan
reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa riwayat
pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi anastosmose .
3. Pasca Operasi
• Hindari Dehidrasi
• Pertahankan
stabilitas elektrolit
• Pengawasan akan
inflamasi dan infeksi
• Pemberian
analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus
Pada invaginasi
usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya adalah besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi
langsung dilakukan reseksi. Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus
reduksi boleh dicoba dengan hati-hati, tetapi bila terlihat ada tanda necrosis,
perforasi, oedema, reduksi tidak boleh dilakukan, maka langsung direseksi saja
(Elles , 90). Apabila akan melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa
hendaknya dipertimbangkan juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk
menghindari / memperkecil timbulnya short bowel syndrom.
Gejala short bowel
syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:
1. adanya reseksi
usus yang etensif
2. diarhea
3. steatorhe
4. malnutrisi
Apabila usus halus
yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan gangguan nutrisi dan gangguan
pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2 meter atau kurang fungsi dan
kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1 meter maka dengan nutrisi
prenteralpun tidak akan adequat. (Schrock, 1989).