11 orang yang mecoba mengejar mimpi menjadi seorang dokter yang sukses

Friday, July 13, 2012

INVAGINASI / INTUSUSEPSI


A.      DEFINISI
Invaginasi atau intususepsi adalah suatu keadaan masuknya segmen usus ke segmen bagian distalnya yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi usus strangulasi (Mansjoer. R. 2000)
Saat invaginasi terjadi, akan terbentuk obstruksi pada usus besar dimana dinding usus akan menekan bagian lainnya (kidshealth. org, 2001)
B.       INSIDENSI
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Pada anak-anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai kelainan pada ususnya sebagai penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli, Polyp, Hemangioma (Schrock, 88). Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama adanya tumor yang menyebabkannya (Dunphy 80). Perbandingan kejadian antara pria dan wanita adalah : 3 : 2 (Swenson,90), pada orang tua sangat jarang dijumpai (Ellis ,90). Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke dalam coecum yang longgar. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partiil maupun total. Intususepsi paling sering mengenai daerah ileosekal, dan lebih jarang terjadi pada orang tua dibandingkan dengan pada anak-anak. Pada kebanyakan kasus pada orang tua dapat diketemukan penyebab yang jelas, umumnya tumor yang membentuk ujung dari intususeptum.

C.    ETIOLOGI
Penyebab dari invaginasi belum diketahui secara pasti. Tapi banyak yang menyebutkan terkait dengan hal berikut ini:
1. Pembesaran limfoid usus ( peyer patches ), akibat peningkatan paparan   terhadap antigen baru.
2. Cacat lahir.
3. Massa yang keras dari isi usus ( mekonium ).
4. Usus yang melintir ( volvulus ).
5. Divertikel kelenjar Meckel ( suatu duktus yang timbul dari ileum yang menutup pada ujung tali pusat tetapi tetap terbuka pada ujung usus ).
6. Infeksi saluran napas atas, karena umumnya intususepsi terjadi pada musim dingin atau hujan ketika banyak terjadi infeksi saluran napas atas.
7. Infeksi saluran cerna ( diare ), karena pada pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa mesenterium, terdapat adenovirus bersama-sama invaginasi.
8. Pada umur 2 tahun ke atas, biasanya disebabkan polip usus, hemangioma dan limfosarkoma.


Pada orang dewasa, penyumbatan usus dua belas jari mungkin disebabkan oleh :
1. Kanker pankreas.
2. Jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu atau penyakit Crohn.
3. Perlekatan, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus.
4. Penonjolan bagian usus melalui lubang yang abnormal ( hernia ), dan usus menjadi terjepit di dalamnya.
5. Batu empedu.
6. Massa makanan yang tidak tercena.
7. Sekumpulan cacing.
Pada usus besar, penyebab penyumbatannya adalah :
1. Kanker.
2. Usus yang melintir.
3. Tinja yang keras.

D.    EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang, menurut angka yang pernah dilaporkan adalah 0,08% dari semua kasus pembedahan lewat abdomen dan 3% dari kejadian obstruksi usus , angka lain melaporkan 1% dari semua kasus obstruksi usus, 5% dari semua kasus invaginasi (anak-anak dan dewasa), sedangkan angka-angka yang menggambarkan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin dan umur belum pernah dilaporkan, sedangkan segmen usus yang terlibat yang pernah dilaporkan Anderson 281 pasien terjadi pada usus halus ( Jejunum, Ileum ) 7 pasien ileocolica, 12 pasien cecocolica dan 36 colocolica dari 336 kasus yang ia laporkan. Desain pada 667 pasien menggambarkan 53% pada duodenum, jejunum atau ileum, 14% lead pointnya pada ileoseccal, 16% kolon dan 5% termasuk appendik veriformis.
Hampir 70 % kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Bisset et all, 1988) sedangkan Orloff mendapatkan 69% dari 1814 kasus pada bayi dan anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Chairl Ismail 1988 mendapatkan insiden tertinggi dicapai pada anak-anak umur antara 4 sampai dengan 9 bulan. Perbandingan antara laki-laki dan wanita adalah 2:1 (Kartono, 1986; Cohn 1976; Chairul Ismail 1988).
Insidensi tertinggi dari inttususepsiterdapat pada usia dibawah 2 tahun (Ellis 1990). Orloof mendapatkan 69% dari1814 kasus pada anak-anak terjadi pada usia kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Pada bayi dan anak-anak intususepsi merupakan penyebab kira-kira 80-90% dari kasus obstruksi. Pada orang dewasa intususepsi lebih jarang terjadi dan diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 5% dari kasus obstruksi (Ellis, 1990)






E.       KLASIFIKASI INVAGINASI
Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe :
1.      Enterik                        : usus halus ke usus halus
2.      Ileocaekal        : valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari intususepsi.
Wes to komputer aku wes kesel ngeteni kowe
3.      Colocolika       : kolon ke kolon.
gerson_berr_orgaos_003
4.      Ileocoloika      : ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.


F.       PATOGENESIS
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapat sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dinding usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan dari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi.
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik parsial maupun total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobile menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi.

G.      GAMBARAN KLINIS
Rasa sakit adalah gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan kemudian menghilang sama sekali, diagnosis dapat ditegakkan. Rasa sakit berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara satu serangan dengan serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari gejala.  Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah, keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut. Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi letak obstruksi, semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan oleh kembalinya aliran darah dari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya sedikit darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan.
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi pada anak-anak. Pada orng dewaasa sering ditemukan perjalanan penyakit yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan lain. Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan intususepsi.
Pada kasus intususepsi khronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri dari serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain yang juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa abdomen dapat diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan.

H.    DIAGNOSIS
Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus bercampur dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah Terdapatnya darah samar dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis pada tinja dijumpai pada + 40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan mucus pada + 20% kasus.
Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali saluran pencernaan ataupun oleh karena infeksi. Diare yang disebut sebagai gejala paling awal invaginasi, didapatkan pada 85% kasus. Pasien biasanya mendapatkan intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa pemberian obat-obatan. Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi. Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai pemicu timbulnya invaginasi sulit ditentukan
Muntah reflektif sampai bilus menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini dijumpai pada + 75% pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai gejala yang dominan pada sebagian besar pasien. Muntah reflektif terjadi tanpa penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan sampai muntah bilus. Muntah bilus suatu pertanda ada refluks gaster oleh adanya sumbatan di segmen usus sebelah anal. Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan didapatkan pada 90%.
Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dance’s Sign dan Sousage Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis pada tinja serta tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perforasi. Dance’s Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dance’s Sign. Pemeriksaan colok dubur teraba seperti portio uteri, feces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang patognomonik.
Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney signpada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.
TRIAS INVAGINASI :
• Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu
• Muntah warna hijau (cairan lambung)
• Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam)
Pemeriksaan Fisik :
• Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter.
• Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan
• Nyeri tekan (+)
• Dancen sign (+) adalah Sensasi kekosongan padakuadran kanan bawah karena masuknya sekum pada kolon ascenden
Radiologis :
1.      FPA
Foto abdomen 3 posisi
Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika circularis usus). Distribusi gas terhenti pada daerah colon yang invaginasi
99-1-xray1
2.      Colon In loop berfungsi sebagai :
• Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi, coil spring
• Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda-tanda obstruksi dan kejadian < 24 jam
99-1-xray3b                     KUESEEEEELLLLL
3.      Pemeriksaan USG
Didapatkan :
·         potongan transversal: massa bulat / oval, dinding luar hipoechoic mengelilingi daerah tengah hiperechoic
·         potongan longitudinal: gambaran “sandwich” atau seperti ginjal
99-1-xray2
4.      CT-Scan Abdomen
Didapatkan :
·         massa besar pada usus yang invaginasi, batas jelas, berlapis-lapis seperti target
128-20-025-03
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar bersama feses dan udara
Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisik. Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium enema mungkin dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu cupshaped appearance pada barium di tempat ini.
Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu coil spring appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan (Cohn 1976).
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi mempunyai riwayat perjalanan penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadnag mencapai waktu bertahun – tahun. Keadaan ini lebih sering ditemukan padaorng dewasa daripada anak-anak (Tumen 1964). Biasanya ditemukan suatu kelainanlokal pada usus namun Goodal (cit Tumen, 1964) telah mengumpulkan dari literatur 122 kasus intususepssi khroni primeir pada orang dewasa. Beberapa penulis tidak menyetujui konsep bahwa intususepsi tersebut berlangsung terus menerus dalam waktu demikian lama. Stallman (cit Tumen 1964) mempertanyakan tepatnya penggunaan istilah intususepsi khronis. Goldman dan Elman (cit Tumen 1964) mengemukakan keyakinannya bahwa penderita tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan intususepsi yang berlangsung lebih dari 1 minggu. Para penulis ini berpendapat, hal yang paling mungkin telah terjadi pada kasus seperti ini adalah adanya reduksi spontan dan rekurensi yang terjadi berganti-ganti. Adanya mesenterium yang panjang, yang memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan sirkulasi,kemungkinan dapat menyebabkan terpeliharanya integritas striktural usus. Serangan ini dapat berulang dalam waktu yang lama dengan status kesehatan penderita yang relatif baik, sampai akhirnya terdapat suatu serangan yang demikian beratnya sehingga tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan bedah menjadi diperlukan.
Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya yaitu melalui :
1. Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis seperti diatas).
2. Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium Enema dan Computed Tomography)
I.       PENATALAKSANAAN
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan memberikan prognosa yang lebih baik.
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan :
1.      Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976.
2.      Reduksi manual (milking) dan reseksi usus
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan standar yang diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose “end to end” apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada saat pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha reduksi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975 cit Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit
2. Durante Operatif
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena kausa terbanya intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen usus yang terlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang bersifat jinak maupun yang ganas.
Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:
1. Ruptur dinding usus selama manipulasi
2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi
3. Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi
4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas
5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat
Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi – tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side.
Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya tidak ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan, keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi anastosmose .
3. Pasca Operasi
• Hindari Dehidrasi
• Pertahankan stabilitas elektrolit
• Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
• Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus
Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya adalah besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan reseksi. Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus reduksi boleh dicoba dengan hati-hati, tetapi bila terlihat ada tanda necrosis, perforasi, oedema, reduksi tidak boleh dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90). Apabila akan melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya dipertimbangkan juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari / memperkecil timbulnya short bowel syndrom.
Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:
1. adanya reseksi usus yang etensif
2. diarhea
3. steatorhe
4. malnutrisi
Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan gangguan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2 meter atau kurang fungsi dan kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1 meter maka dengan nutrisi prenteralpun tidak akan adequat. (Schrock, 1989).