11 orang yang mecoba mengejar mimpi menjadi seorang dokter yang sukses

Wednesday, July 25, 2012

HENTI JANTUNG (CARDIAC ARREST)

Henti jantung terjadi bila pasien tiba-tiba pingsan dan tidak ada curah jantung. Akses cepat ke defibrilator dan basic life support memberi harapan pasien bertahan hidup. Henti jantung dapat terjadi tanpa fibrilasi ventrikel, takikardia ventrikel, asistole atau disosiasi elektromekanik (juga dikenal sebagai PEA (pulseless electrical activity). Berbagai  kondisi klinik bisa menjurus ke henti jantung. Sebagian di antaranya harus dideteksi sebelum terjadi henti jantung.

Henti jantung yang mengancam
Henti jantung dapat terjadi tanpa diantisipasi pada AMI, edema paru atau dengan penyakit jantung berat yang mendasari. Kebalikannya, henti jantung di bangsal bedah sering didahului oleh tanda-tanda peringatan seperti hipotensi, takikardia, nyeri dada, dispnea, demam, gelisah atau bingung. Hipoksemia, hipovolemia, dan sepsis bisa berlanjut ke henti jantung jika tidak didiagnosis dan dikoreksi dengan cepat. Jangan ragu meminta bantuan tim resusitasi atau tim ICU. CPR untuk pasien yang sepsis atau hipovolemia biasanya gagal.
      Bila pasien diidentifikasi sebagai sakit berat dan memiliki risiko henti jantung, poin-poin berikut harus cepat dinilai:
·         Oksigenasi:  apakah jalan napas bersih dan apakah pasien bernapas cukup? Berikan O2 aliran tinggi dan dukungan ventilasi manual jika perlu. Pantau dengan pulse oximetry dan ukur gas darah. Lihat bagian tentang dispena akut dan gagal napas (Bab 41).
·         Apakah pasien sadar?: apakah pasien dinarkosis atau oversedasi?
·         Apakah pasien hipovolemik? Kebanyakan pasien hipotensi harus diberikan cairan sebagai bagian dari manajemen awal. Hanya jika pasien telah henti jantung cairan iv tidak efektif (bahkan dapat memperburuk edema paru), namun kecemasan ini jangan sampai menghindari cairan kepada banyak pasien hipotensi.
·         Bingung atau tingkat kesadaran menurun harus dianggap sebagai tanda perburukan klinik yang bermakna dan penyebabnya harus segera dicari.
·         Singkirkan sepsis. Takipnea atau kegaduhan mental (bingung) bisa merupakan tanda pertama septikemia pada pasien bedah. Periksa suhu badan. Ambil darah untuk biakan. Pikirkan masalah intraabdomen: kebocoran empedu, kebocoran anastomosis usus. Berikan antibiotik jika ragu.
·         Periksa gangguan elektrolit  termasuk asidosis metabolik.
·         Pertimbangkan untuk memindahkan pasien ke ICU.
·         Obati nyeri. Nyeri menyebabkan pelepasan adrenalin (epinefrin) dan meningkatkan risiko aritmia jantung.

CPR (cardiopulmonary resuscitation)
Bilamana terjadi henti jantung, tim resusitasi harus selalu dipanggil kecuali jika pasien ‘bukan untuk CPR’. Defibrilasi dini dan basic life support adalah yang terpenting.
     Manajemen henti jantung dirinci pada buku ajar lain, namun protokol untuk basic dan advance life support diberikan pada Gambar 36.1 dan 36.2 pada akhir bab ini.

CPR pada pasien bedah

·         CPR mempertahankan curah jantung yang rendah ke organ-organ vital bila dilakukan dengan baik. Ada kalanya, kompresi jantung dengan dada terbuka digunakan untuk pasien dengan PEA (pulseless electrical activity) setelah trauma tembus, setelah sternotomi atau selama pembedahan abdomen atau toraks.
·         Pada fibrilasi ventrikel atau ‘takikardia ventrikel tanpa denyut’, dua kejutan pertama harus sebesar 200 J dan setelah itu 360 J.  Saat durasi henti jantung meningkat, kemungkinan defibrilasi berhasil adalah kecil.
·         Prognosis henti jantung paling baik pada pasien dengan henti jantung yang diketahui orang lain, dengan CPR oleh seseorang yang terlatih dalam teknik. Bila ada fibrilasi ventrikel dilakukan defibrilasi dini. Prognosis jelek adalah pasien asistole, penanganan terlambat, dan pasien dengan penyakit banyak organ.
·         PEA juga memiliki prognosis jelek, kecuali jika penyebabnya cepat diidentifikasi dan diatasi. Jika mekanisme yang melandasi adalah hipovolemia, yang dikelola dengan agresif dan dikerjakan operasi, sebagian dari pasien-pasien ini akan selamat. Sebab-sebab lain dari PEA meliputi edema paru, infark miokard, tension pneumothorax, tamponade jantung, dan masalah elektrolit.
·         Adrenalin (epinefrin)( 1 mg iv) selalu diberikan sepanjang CPR untuk mempertahankan tonus pembuluh darah dalam upaya mempertahankan sirkulasi otak selama resusitasi. Gunakan larutan 1:10.000 ( 1 mg/10 ml) intravena, walaupun dosis ganda bisa diberikan melalui pipa endotrakea jika vena tidak bisa diakses.
·         NaHCO3 sebaiknya diberikan menurut panduan gas darah, namun biasanya dibutuhkan setelah 15 menit henti jantung dengan dosis 50 ml Bic Nat 8,4% harus diberikan lebih dini jika henti jantung disebabkan asidosis metabolik.
·         Periksa latar belakang penyakit untuk mendiagnosis masalah yang melandasi dan membantu memutuskan apakah resusitasi perlu dilakukan berkepanjangan.
·         Hentikan resusitasi jika pasien tidak memberi respon terhadap advanced life support. Walaupun setiap pasien berbeda, dalam praktek resusitasi dari fibrilasi ventrikel tidak mungkin berhasil setelah 15-20 menit CPR, atau dari asistole atau PEA setelah 10-15 menit CPR. Namun, pada kasus hipotermia atau overdosis obat anestesi lokal, nasihat ahli dari tim henti jantung atau tim ICU harus diperoleh jika diindikasikan resusitasi yang berkepanja-ngan.

Pernyataan “bukan untuk resusitasi’
Banyak pasien di bangsal tidak cocok untuk resusitasi karena prognosis secara keseluruhan buruk atau karena permintaan pasien. Bila terjadi ini harus dibahas dengan pasien dan/atau keluarganya dan ditulis dengan jelas pada kartu pasien sehingga tindakan resusitasi tidak dilakukan jika ada henti jantung.








 














































































Gambar 36.2. Algoritme ALS (advanced life support) untuk manajemen henti jantung pada dewasa. Perhatikan bahwa setiap langkah yang berurutan didasarkan atas asumsi bahwa langkah sebelumnya belum berhasil. Direproduksi dengan izin dari the Resuscitation Council (UK).


Bacaan lanjut


1.     Doyal L, Wilsher D (1993). Withholding cardiopulmonary resuscitation: proposals for formal guidelines. British Medical Journal 306:1593-6.
2.     McQuillan P, Pilkington S, Allan A et al, (1998). Confidential inquiry into quality of care before admission to intensive care. British Medical Journal 316:1853-8.
3.     O’Keefe S, Ebell MH (1994). Prediction of failure to survive following in-hospital cardiopulmonary resuscitation: comparison of two predictive instruments. Resuscitation 28:21-5.
4.     Resuscitation Council (UK) (1998). Advanced life support course provider manual, 3rd edn.
5.     Smith A, Wood J (1999). Can some in-hospital cardiopulmonary arrests be prevented? Resuscitation in press.
6.     Stewart K (1995). Discussing cardiopulmonary resuscitation with patients and relatives. Postgraduate Medical Journal 71:585-9.
Wall JA, Palmer RN (1994). Resuscitation and patients’ views. British Medical Journal 309:1442-3.

1 comment:

yentabacani said...

Thunder Titanium Lights - The Art of the Acoustics - Tioga
Thunder titanium banger Titanium Lights is a titanium undertaker brand new light that can be used on titanium nipple barbells a lot of projects, including the Sega microtouch trimmer Mega Drive, Dreamcast, and titanium mens wedding band Game Gear.