I.
PENDAHULUAN
Tiap manusia pasti
mempunyai rasa cemas, rasa cemas ini terjadi pada saat adanya kejadian atau
peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Misalkan, orang merasa
cemas, ketika tampil dihadapan banyak orang atau ketika sebelum ujian
berlangsung. Kecemasan yang dimiliki seseorng yang seperti di atas adalah
normal, dan bahkan kecemasan ini perlu dimiliki manusia. Akan tetapi kecemasan
berubah menjadi abnormal ketika kecemasan yang ada di dalam diri individu
menjadi berlebihan atau melebihi dari kapasitas umumnya.1
Individu yang mengalami
gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami anxiety disorder (gangguan
kecemasan) yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak rasional.
Seseorang dikatakan menderita gangguan kecemasan apabila kecemasan ini
mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari diri individu tersebut, salah satunya
yakni gangguan fungsi sosial. Misalnya kecemasan yang berlebihan ini menghambat
diri seseorang untuk menjalin hubungan akrab antar individu atau kelompoknya.1
II.
DEFINISI
Menurut Capernito
(2001) kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan
gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam
berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik. Kecemasan merupakan
unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki
seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya. (Rivai,
2000).1,2
Kecemasan adalah
perasaan individu dan pengalaman subjektif yang tidak diamati secara langsung
dan perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh ketidaktahuan dan didahului
oleh pengalaman yang baru (Stuart dkk, 1998). Berdasarkan definisi tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak
menyenangkan, tidak enak, khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek
yang spesifik, dialami secara subjektif dipacu oleh ketidaktahuan yang
didahului oleh pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal.1,2
Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder) merupakan
salah satu jenis gangguan kecemasan dengan karakteristik kekhawatiran yang
tidak dapat dikuasai dan menetap, biasanya terhadap hal-hal yang sepele/tidak
utama. Individu dengan gangguan cemas menyeluruh akan terus menerus merasa
khawatir tentang hal-ha yang kecil/sepele. 1,2,3
III.
GAMBARAN
TENTANG KECEMASAN
Neale
dkk (2001) mengatakan bahwa kecemasan sebagai perasaan takut yang tidak
menyenangkan dan apprehension, dapat
menimbulkan beberapa keadaan psikopatologis sehingga mengalami apa yang disebut
gangguan kecemasan. Walaupun sebagai orang normal, diakui atau tidak, kita
dapat saja mengalami kecemasan, namun kecemasan pada orang normal berlangsung
dalam intensitas atau durasi yang tidak berkeanjangan sehingga individu dapat
tetap memberikan respon yang adaptif.1,3
Untuk
memahami kecemasan yang mempengaruhi beberapa area dari fungsi-fungsi individu,
Acocella dkk (1996) mengatakan bahwa kecemasan seharusnya melibatkan atau
memiliki 3 komponen dasar, yaitu1, 4:
1.
Adanya ungkapan yang subjektif (subjective reports) mengenai ketegangan,
ketakutan dan tidak adanya harapan untuk mengatasinya.
2.
Respon-respon perilaku
(behavioral rensponses), seperti
menghindari situasi yang ditakuti, kerusakan pada fungsi bicara dan motorik dan
kerusakan tampilan untuk tugas-tugas kognitif yang kompleks.
3.
Respon-respon
fisiologis (physiological responses), termasuk
ketegangan otot, peningkatan detak jantung dan tekanan darah, nafas yang cepat,
mulut yang kering nausea, diare, dan dizziness.
IV.
ETIOLOGI
Upaya untuk menjelaskan
penyebab dari munculnya gangguan kecemasan, Accocella dkk (1976) memaparkan
dari beberapa sudut pandang teori. Menurut para ahli psikofarmaka, Gangguan
Kecemasan Menyeluruh bersumber pada neurosis, bukan dipengaruhi oleh ancaman
eksternal tetapi lebih dipengaruhi oleh keadaan internal individu.2,3,5
Sebagamana diketahui,
Sigmund Freud sebagai bapak dari pendekatan psikodinamika mengatakan bahwa jiwa
individu diibaratkan sebagai gunung es. Bagian yang muncul dipermukaan dari
gunung es itu, bagian terkecil dari kejiwaan yang disebut sebagai bagian
kesadaran. Agak di bawah permukaan air adalah bagian yang disebut
pra-kesadaran, dan bagian yang terbesar dari gunung es tersebut ada di bawah
sekali dari permukaan air, dan ini merupakan alam ketidaksadaran
(uncounsciousness). Ketidaksadaran ini berisi ide, yaitu dorongan-dorongan
primitif, belum dipengaruhi oleh kebudayaan atau peraturan-peraturan yang ada
dilingkungan. Dorongan-dorongan ini ingin muncul ke permukaan/ ke kesadaran,
sedangkan tempat di atas sangat terbatas. Ego, yang menjadi pusat dari
kesadaran, harus mengatur dorongan-dorongan mana yang boleh muncul dan mana
yang tetap tinggal di ketidaksadaran karena ketidaksesuaiannya dengan superego,
yaitu salah satu unit pribadi yang berisi norma-norma sosial atau
peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan sekitar. Jika ternyata ego
menjadi tidak cukup kuat menahan desakan atau dorongan ini maka terjadilah
kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan kejiwaan. Neurosis adalah salah satu
gangguan kejiwaan yang muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan ego menahan
dorongan ide.1,6, 7
Jadi, individu yang
mengalami Gangguan Kecemasan Menyeluruh, menurut pendekatan psikodinamika
berakar dari ketidakmampuan egonya untuk mengatasi dorongan-dorongan yang
muncul dari dalam dirinya secara terus menerus sehingga ia akan mengembangkan
mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri ini sebenarnya upaya ego
untuk menyalurkan dorongan dalam dirinya dan bisa tetap berhadapan dengan lingkungan.
Tetapi jika mekanisme pertahanan diri ini dipergunakan secara kaku,
terus-menerus dan berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan perilaku yang
tidak adaptif dan tidak realistis.1, 6, 7
Ada beberapa mekanisme
pertahanan diri yang bisa dipergunakan oleh individu, antara lain1, 4:
1.
Represi, yaitu upaya
ego untuk menekan pengalaman yang tidak menyenangkan dan dirasakan mengancam ego masuk ke
ketidaksadaran dan disimpan di sana agar tidak menganggu ego lagi. Tetspi
sebenarnya pengalaman yang sudah disimpan itu masih punya pengaruh tidak
langsung terhadap tingkahlaku si individu.
2.
Rasionalisasi, yaitu
upaya ego untuk melakukan penalaran sedemikian rupa terhadap dorongan-dorongan
dalam diri yang dilarang tampil oleh superego, sehingga seolah-olah perilakunya
dapat dibenarkan.
3.
Kompensasi, upaya ego
untuk menutupi kelemahan yang ada di
salah satu sisi kehidupan dengan
membuat prestasi atau memberikan kesan sebaliknya pada sisi lain. Dengan
demikian, ego terhindar dari ejekan dan rasa rendah diri.
4.
Penempatan yang keliru,
yaitu upaya ego untuk melampiaskan suatu perasaan tertentu ke pihak lain atau
sumber lain karena tidak dapat melampiaskan perasaannya ke sumber masalah.
5.
Regresi, yaitu upaya
ego untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap ego dengan
menampilkan pikiran atau perilaku yang mundur kembali ke taraf perkembangan
yang lebih rendah.
Para ahli dari aliran
humanistik-eksternal mengatakan bahwa
konsep kecemasan bukan hanya sekedar masalah, yang bersifat individual tetapi
juga merupakan hasil konflik antara individu dengan masyarakat atau lingkungan
sosialnya.1,6
Jika individu melihat
perbedaan yang sangat luas antara pandangannya tentang dirinya sendiri dengan
yang diinginkan maka akan`muncul perasaan inadekuat dalam menghadapi tantangan
di kehidupan ini, dan hal ini menghasilkan kecemasan. Jadi menurut pandangan
humanis eksternalis, pusat kecemasan adalah konsep diri, yang terjadi
sehubungan dengan adanya gap antara konsep diri yang sesungguhnya (real self)
dan diri yang diinginkan (idea self). Hal ini muncul sehubungan tidak adanya
kesempatan bagi individu untuk mengaktualisasikan` dirinya sehingga
perkembangannya menjadi terhalang. Akibatnya, dalam menghadapi tantangan atau
kendala dalam menjalani hari-hari, di kehidupan selanjutnya, ia akan mengalami
kesulitan untuk membentuk konsep diri yang positif. Setiap kita sebenarnya
perlu mengembangkan suatu upaya untuk
menjadi diri sendiri (authenticity), sedangkan indivisu yang neurotis, atau
mengalami gangguan kecemasan adalah individu yang gagal menjadi diri sendiri (inauthenticity) karena mereka
mengembangkan konsep diri yang keliru/palsu4,7
Sementara para ahli dari pendekatan behavioristik mengatakan bahwa
kecemasan muncul karena terjadi kesalahan dalam belajar, bukan hasil dari konflik
intrapsikis, individu belajar menjadi cemas. Ada 2 tahapan belajar yang
berlangsung dalam diri individu yang menghasilkan kecemasan yaitu:1, 4, 7
1.
Dalam pengalaman
individu, beberapa stimulus netral tidak berbahaya atau tidak menimbulkan
kecemasan, dihubungkan dengan stimulus yang menyakitkan (aversive) akan
menimbulkan kecemasan (melalui respondent condotioning)
2.
Individu yang
menghindar dari stimulus yang sudah terkondisi, dan sejak penghindaran ini
menghasilkan pembebasan/terlepas dari rasa cemas, maka respon menghindar ini
akan menjadi kebiasaan (melalui operant
conditioning)
Dari sudut pandang
kognitif, gangguan kecemasan terjadi karena adanya kesalahan dalam
mempersepsikan hal-hal yang menakutkan. Berdasarkan dari teori kognitif,
masalah yang terjadi dari individu yang mengalami gangguan kecemasan adalah
terjadinya kesalahan persepsi atau kesalahan interpretasi terhadap stimulus
internal maupun eksternal. Indivisu yang mengalami gangguan kecemasan akan
melihat suatu hal yang tidak benar-benar mengancam sebagai sesuatu yang
mengancam. Jika individu mengalami pengalaman sensasi dalam tubuh yang tidak
biasa, lalu mengintepretasikannya sebagai sensasi yang bersifat catastropic,
yaitu suatu gejala bahwa ia sedang mengalami sesuatu hal seperti serangan jantung,
maka akan timbul rasa panik. 4,7
V.
MANIFESTASI
KLINIS
Gambaran
klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh ditegakkan apabila
dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk
bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-hal yang sepele dan
tidak utama yang mana perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek
kehidupannya, sehingga pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku
terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah
kecemasanya terjadi kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas
akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya,
cemas kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering
penderita tidak sabar, mudah marah, sulit
tidur. 3,7,8
Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum
ansietas dapat dilihat pada tabel di bawah:
Tabel 1.
Gejala-gejala Gangguan Cemas Menyeluruh:11
Ketegangan
Motorik
|
1. Kedutan
otot/ rasa gemetar
2. Otot
tegang/kaku/pegal
3. Tidak
bisa diam
4. Mudah
menjadi lelah
|
Hiperaktivitas
Otonomik
|
5. Nafas
pendek/terasa berat
6. Jantung
berdebar-debar
7. Telapak
tangan basah/dingin
8. Mulut
kering
9. Kepala
pusing/rasa melayang
10. Mual,
mencret, perut tak enak
11. Muka
panas/ badan menggigil
12. Buang
air kecil lebih sering
|
Kewaspadaan
berlebihan dan Penangkapan berkurang
|
13. Perasaan
jadi peka/mudah ngilu
14. Mudah
terkejut/kaget
15. Sulit
konsentrasi pikiran
16. Sukar
tidur
17. Mudah
tersinggung
|
VI.
DIAGNOSIS
Diagnosis
Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV
halaman 435, 300.02) ditegakkan bila terdapat kecemasan kronis yang lebih berat
(berlangsung lebih dari 6 bulan; biasanya tahunan dengan gejala bertambah dan
kondisi melemah) dan termasuk gejala seperti respons otonom (palpitasi, diare,
ekstremitas lembab, berkeringat, sering buang air kecil), insomnia, sulit
berkonsentrasi, rasa lelah, sering menarik nafas, gemetaran, waspada
berlebihan, atau takut akan sesuatu yang akan terjadi. Ada kecenderungan
diturunkan dalam keluarga, memiliki komponen genetik yang sedang dan
dihubungkan dengan fobia sosial dan sederhana serta depresi mayor (terdapat
pada 40% atau lebih pasien; meningkatkan resiko bunuh diri. Biasanya pada
kondisi ini tidak`ditemukan etiologi stres yang jelas, tetapi harus dicari
penyebabnya.2,3, 4
Diagnosis
gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan berdasarkan :5
·
Penderita harus
menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari
untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”).
·
Gejala-gejala tersebut
biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
1.
Kecemasan (khawatir
akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)
2.
Ketegangan motorik
(gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
3.
Overaktivitas otonomik
(kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas,
keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)
·
Adanya gejala-gejala
lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak
membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut
tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan
anxietas fobik (F.40.-), gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif
(F.42.-) 3,4,7
VII.
PENANGANAN
Terapi
pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat dilakukan dengan 2 cara
yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-obatan
(farmakoterapi). Angka-angka keberhasilan terapi yang tinggi dilaporkan pada
kasus-kasus dengan diagnosis dini. Psikoterapi yang sederhana sangat efektif,
khususnya dalam konteks hubungan pasien dengan dokter yang baik, sehingga dapat
membantu mengurangi farmakoterapi yang tidak perlu.1,6, 8
‑Penanganan
dengan psikoterapi juga dapat dijelaskan melalui pendekatan psikodinamika,
humanistik eksistensialis atau pendekatan behavioristik maupun kognitif.1
Menurut
para ahli psikodinamika, karena gangguan ini berakar pada keadaan internal
individu sehubungan dengan adanya konflik intrapsikis yang dialami individu
sehingga ia mengembangkan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri, maka upaya
menanganinya juga terarah pada pemberian kesempatan bagi individu untuk
mengeluarkan seluruh isi pikiran atau perasaan yang muncul di dalam dirinya. Asumsinya
adalah jika individu bisa menghadapi dan memahami konflik yang dialami, ego
akan lebih bebas dan tidak harus terus berlindung di balik mekanisme pertahanan
diri yang dikembangkannya.1,7
Teknik
dasar yang digunakan disebut free association, individu diminta untuk
menjelaskan secara sederhana tentang hal-hal yang ada di dalam pikirannya,
tanpa melihat apakah itu logis atau tidak, tepat atau tidak, ataupun pantas
atau tidak. Hal-hal dari alam bawah sadar atau tidak sadar yang diungkapkan
akan dicatat oleh terapis untuk diinterpretasikan. Tehnik ini juga bisa
dimanfaatkan saat menggunakan teknik dream interpretation; individu diminta
untuk menceritakan mimpinya secara detail dan tepat. Kedua teknik ini memiliki
kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dalam melaksanakan teknik-teknik
tersebut di atas, ada dua hal yang biasanya muncul, yaitu apa yang disebut
dengan resistance (yaitu individu
bertahan dan beradu argumen dengan terapis saat terapis mulai sampai pada
bagian sensitif), dan transference (yaitu
individu mengalihkan perasaannya pada terapis dan menjadi bergantung.1,5,
7
Sementara
para ahli dari pendekatan humanistik eksistesialis yang melihat kecemasan
sebagai hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan sosial dimana
pengembangan diri menjadi terhambat, maka mereka lebih menyarankan untuk
membangun kembali diri yang rusak (damaged
self). Tekhniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang berpendapat bahwa setiap individu
memiliki kemampuan yang positif yang dapat dikembangkan sehingga ia membutuhkan
situasi yang kondusif untuk mengeksplorasi dirinya semaksimal mungkin.1,7,
8
Setiap
permasalahan yang dihadapi setiap individu sebenarnya hanya dirinyalah yang
paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, individu itu
sendirilah yang paling berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang
mengganggu dirinya.1,7,8
Karena
para ahli melihat kecemasan sebagai sebagai hasil dari belajar (belajar menjadi
cemas) maka untuk menanganinya perlu dilakukan pembelajaran ulang agar
terbentuk pola perilaku baru, yaitu pola perilaku yang tidak cemas.1,7
Tehnik
yang digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah systematic desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan
menggunakan konsep hirarki ketakutan, menghilangkan ketakutan secara
perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang sederhana sampai ke hal yang lebih
kompleks. Pemberian reinforcement (penguat)
juga dapat digunakan dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara
pemberian reward- jika ia
memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan ataupun punishment – jika tidak ada perubahan perilaku atau justru
menampilkan perilaku yang bertolak belakang dengan rencana perubahan perilaku.
Adanya model yang secara nyata dapat dilihat dan menjadi contoh langsung kepada
individu juga efektif dalam upaya melawan pikiran-pikiran yang mencemaskan.7,
8
Pendekatan
kognitif yang melihat gangguan kecemasan sebagai hasil dari kesalahan dalam
mempersepsikan ancaman (misperception of
threat) menawarkan upaya mengatasinya dengan mengajak individu berpikir dan
mendesain suatu pola kognitif baru. David Clark dkk (dalam Acocella dkk, 1996)
mengembangkan desain kognitif yang melibatkan 3 bagian yaitu1 :
1.
Identifikasi
interpretasi negatif yang dikembangkan individu tentang sensasi tubuhnya
2.
Tentukan dugaan atau
asumsi dan arahkan alternatif intrepretasi, yang noncatastropic.
3.
Bantu individu menguji
validitas penjelasan dan alternatif-alternatif tersebut.
Dengan kata lain, para ahli dari
pendekatan kognitif ini menyatakan bahwa tujuan dari terapi sebagai upaya
menangani gangguan kecemasan adalah membantu individu melakukan intrepretasi
sensasi tubuh dengan cara yang noncatastropic1.
Dalam beberapa hal,
penanganan terhadap penderita gangguan kecemasan tidak selalu hanya berpegang
pada satu tehnik saja, atau hanya mengikuti pendapat salah satu ahli dari suatu
pendekatan saja. Terapi yang diberikan dapat sekaligus dengan menggunakan lebih
dari satu pendekatan atau lebih dari satu tehnik, asalkan tujuannya jelas dan
tahapan-tahapannya juga terinci.1,6,7