Diagnosis banding
Nyeri dada pasca
operasi relatif sering dijumpai. Terpisah dari pasien yang telah menjalani
pembedahan toraks, sebab-sebab yang penting untuk dipikirkan adalah infark
miokard, angina, emboli paru, pneumonia, pneumotoraks, dan ruptur esofagus
(pada mereka yang telah menjalani dilatasi esofagus atau muntah-muntah). 50%
pasien yang diberikan suxamethonium mengalami nyeri pada dada, leher dan/atau
bahu.
Seperti pada praktek penyakit dalam, penyakit esofagus jinak (refluks
asam atau spasme) lazim dijumpai dan sering diprovokasi oleh pembedahan
abdomen. Kadang-kadang kondisi ini sukar dibedakan dari nyeri kardiak jika
berdasarkan anamnesis.
Sebab-sebab yang lebih jarang dari nyeri dada – diseksi aorta,
perikarditis, dan nyeri alih (referred pain) dari tulang belakang jarang
ditemukan dalam praktek bedah dan hanya membutuhkan sedikit bahasan.
·
Infark
miokard akut
(AMI) : pikirkan diagnosis ini pada setiap pasien dengan nyeri dada/rasa
kencang/tertindih di bagian tengah. Ini lebih cenderung terjadi dengan riwayat
IHD terdahulu atau pada kelompok risiko tinggi: diabetes, hipertensi, penyakit
pembuluh darah tepi, perokok berat. Pemicu khas adalah hipotensi, hipertensi,
perdarahan mayor, hipoksia dan sepsis.
·
Angina : ini biasanya jelas dari
anamnesis. Pasien akan memerikan nyeri yang identik dengan angina yang biasa
mereka keluhkan. Pemicu adalah sama seperti pada AMI. Perbedaan angina dari AMI
adalah berdasarkan EKG dan enzim-enzim jantung.
·
Emboli
paru (PE
=pulmonary emboli) menyebabkan nyeri dada di tengah dengan dispnea dan
hipotensi. Emboli yang lebih kecil menyebabkan infark paru, yang ditandai oleh
nyeri pleuritik dan hemoptisis tetapi dispnea lebih ringan dan TD masih
terjaga.
·
Pneumonia
:
pneumonia pasca bedah biasanya tidak menyebabkan gambaran pneumonia lobaris
klasik ( nyeri dada pleuritik yang mendadak dengan dispnea dan demam). Biasanya
ada dispnea dengan demam.
·
Pneumotoraks
: terjadi
paling sering setelah kanulasi vena sentral atau trauma toraks. Pada situasi
lain lebih cenderung pada orang muda yang tinggi, kurus, asmatis dan pasien
dengan emfisema. Kadang-kadang terjadi setelah prosedur abdomen atau endoskopik
toraks.
·
Ruptur
esofagus :
komplikasi yang mengancam jiwa pada pasien yang baru saja menjalani
instrumentasi esofagus, khususnya dilatasi dari suatu striktura, atau mereka
yang sudah muntah-muntah hebat. Nyeri khas lebih buruk ketika menelan. Ruptur
esofagus sering diikuti oleh udara yang teraba di leher atau mediastinum pada
x-foto toraks.
·
Esofagitis
dan spasme esofagus:
masalah-masalah ini lebih sering dijumpai pada pasca operasi pada pasien yang
sudah ada riwayat penyakit ini. Penyakit baru lebih sukar didiagnosis dan
mungkin IHD perlu disingkirkan terlebih dulu.
·
Diseksi
aorta:
dapat terjadi kebetulan pada siatuasi perioperatif, mungkin dicetuskan oleh
hipertensi berat. Ciri-cirinya dalah nyeri dada berat yang tidak mereda,
menjalar ke punggung, tidak membaik dengan opioid, tanpa ada bukti infark
miokard akut. Manajemennya berada di luar lingkup buku ini.
Prioritas dini
·
Nilai
dan kelola ABC.
·
Berikan
O2 pada kecepatan tinggi melalui masker wajah jika pasien tidak
bernapas atau mengalami sesak hebat. Periksa saturasi O2 dengan
pulse oximetry.
·
Cek
sirkulasi.
·
Akses
vena. Jika pasien hipotensi dan tidak ada tanda-tanda edema paru, berikan infus
cepat (NaCl 0,9%, gelatin, starch) seperti disebut pada bab hipotensi. Periksa
tanda-tanda perdarahan operasi.
·
Cek
masuknya udara pada kedua sisi: jika didiagnosis tension pneumohotrax,
lakukan dekompresi sebagaimana diuraikan pada Bab 37.
·
Sambungkan
pasien ke monitor EKG.
·
Minta
EKG 12-sadapan. Jangan mengandalkan pada monitor untuk diagnosis akurat.
·
Pesan
X-foto toraks.
·
Setelah
manajemen awal, luangkan waktu untuk anamnesis dan periksa pasien dengan
seksama.
Anamnesis
Mencakup riwayat penyakit dahulu dan
faktor-faktor risiko. Jika ada distres, pasien mungkin tidak bisa memberikan
riwayat yang koheren. Apakah pasien mengalami nyeri serupa sebelumnya, apakah
diselidiki dan apa yang terjadi? Periksa informasi yang dicatat di bagian pendaftaran.
Biasanya nyeri kardiak bisa dibedakan dari nyeri pleuritik dan esofagus
berdasarkan gambaran klinik. Walaupun demikian, setelah operasi banyak pasien
memperlihatkan gejala tidak khas dan penyelidikan lanjut sering diperlukan.
Tanyakan secara spesifik gejala-gejala penyerta (dispnea, hemoptisis,
muntah-muntah), faktor-faktor eksaserbasi dan pereda. Urutan kejadian yang
tepat yang memicu nyeri dada bisa didapat dari perawat atau dari penelusuran
kartu observasi.
Pemeriksaan fisik
Nilai sirkulasi (nadi, TD, pefusi
tepi, JVP), cak bising jantung baru (khas pada infark miokard yang mempengaruhi
katup mitral), dan cari tanda-tanda fisik dalam dada. X-foto toraks akan
membantu menegakkan diagnosis pada banyak pasien. Walaupun demikian, foto
toraks pasca operasi sering abnormal, sehingga bisa mengacaukan gambaran
klinik.
Pemeriksaan penunjang
·
EKG
12-sadapan:
diagnostik untuk AMI pada 50% kasus pada onset. Bisa normal pada angina jika
nyeri telah mereda. EKG normal selama nyeri dada hebat membantah adanya angina.
Depresi ST mencolok selama angina mengindikasikan AMI yang mungkin mengancam.
Aritmia dapat mencetuskan angina.
·
Gas
darah arteri:
kombinasi nyeri dada sentral, x-foto toraks bersih, dan hipoksia akut lebih
diagnostik untuk emboli paru pada pasien pasca bedah.
·
X-foto toraks membantu
diagnosis ruptur esofagus, pneumonia, pneumotoraks. Edema paru yang mungkin
tidak terbukti secara klinik mungkin terlihat dengan x-foto toraks.
·
Hb
:
perdarahan/hemodilusi bisa merupakan pemicu untuk angina atau MI.
·
Uji
saring lengkap untuk sepsis jika pireksia. Sepsis pada setiap tempat dapat
mencetuskan angina atau MI pada pasien dengan IHD yang melandasi.
·
Pengukuran
enzim jantung serial : diagnosis
retrospektif dari AMI bisa didasarkan atas enzIm-emzim jantung, dengan riwayat
nyeri dada dan perubahan gelombang ST/T pada EKG. CK dapat meninggi pada pasca
bedah karena kerusakan otot: ukur fraksi MB.
Infark
miokard (MI)
Diagnosis
Ditegakkan hanya pada EKG dan
perubahan enzim jantung. Perkembangan blok cabang berkas kiri pada EKG yang
menyertai nyeri kardiak memiliki makna diagnostik sama seperti tampilan
gelombang Q.
Manajemen
·
Nyeri: atasi nyeri dengan morfin
atau diamorfin iv dalam dosis yang bisa
dinaikkan setiap 2,5 mg
·
Aspirin: berikan aspirin 300 mg po
atau nasogastrik (atau dengan supositoria jika tidak bisa oral.
·
CCU: pindahkan pasien ke CCU
atau ICU untuk pemantauan irama.
·
Faktor pemicu: atasi
setiap faktor yang mungkin telah mencetuskan infark: perdarahan, hipotensi,
hipoksia, sepsis.
·
Trombolisis dikontraindikasikan dalam
4-5 hari setelah pembedahan mayor. Pada bedah saraf lebih lama. Trombolisis
pada pasien pasca bedah harus diberikan dengan persetujuan dokter bedah senior.
·
Heparin
umumnya aman pada pasca bedah dan bisa
diberikan jika trombolisis dikontraindikasikan.
·
Elektrolit
: cek Mg2+,
Ca2+ dan K+. Kelainan-kelainan elektrolit ini biasa
didapatkan setelah operasi, dan merupakan predisposisi untuk aritmia.
·
Nitrat
: atasi
nyeri yang berlanjut dengan nitrat iv.
·
Rujukan
ke ahli panyakit dalam:
tim penyakit dalam harus mengambil alih masalah jantung. Jika pasien dirawat di
bangsal bedah, beritahu spesialis jantung sehingga pasien bisa dirujuk untuk
rehabilitasi jantung dan penyelidikan lanjut sesuai kebutuhan.
·
Arteriografi
koroner
dengan stenting pembuluh darah yang tersumbat mungkin bisa dikerjakan di
rumah sakit spesialis.
Angina
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan AMI telah disingkirkan, dan mungkin perubahan EKG selama nyeri.
Penyelidikan lanjut seperti treadmill testing dan arteriografi koroner
umumnya tidak sesuai pada pasca bedah dini, namun angina tak-stabil dengan
depresi ST yang mencolok dapat memberi firasat akan terjadi infark miokard, dan
pasien-pasien ini mungkin membutuhkan arteriografi koroner selama masuk RS
dengan indikasi operasi.
Manajemen
·
Nitrat: jika nitrat sublingual
tidak segera meredakan nyeri, mulai pemberian infus nitrat: isosorbid dinitrat
0,1% ( 1 mg/ml) harus diinfus dengan kecepatan awal 2 mg/jam, dan ditingkatkan
secara progresif jika nyeri menetap. TD harus dipantau setiap 30 menit selama
infus nitrat: kurangi dosis jika TD sistolik turun di bawah 100 mmHg. Mungkin
ini harus dilakukan di bangsal bedah normal tetapi lebih aman jika pasien
dipindah ke CCU/HDU/ICU.
·
Opioid: atasi nyeri dengan morfin
atau diamorfin iv dalam dosis yang ditingkatkan setiap 2,5 mg jika tidak mereda
dengan nitrat.
·
Aspirin: beri aspirin 300 mg po
atau nasogastrik (atau dengan supositoria jika tidak bisa oral)
·
Faktor
pemicu:
atasi setiap faktor yang mungkin telah mencetuskan angina: perdarahan,
hipotensi, hipoksia, sepsis.
·
Rujuk
ke spesialis penyakit dalam
Emboli
paru (PE)
Diagnosis
·
Hipoksia:
PE adalah penyebab paling mungkin dari
hipoksia akut dengan x-foto toraks bersih pada pasien pasca bedah. Obstruksi
jalan napas (asma atau emfisema) harus disingkirkan.
·
EKG:
inversi
gelombang T lebih sering daripada pola ‘S1-Q3-T3’ . Biasa ada takikardia.
·
X-foto toraks.
Perubahan-perubahan kecil –efusi pleura kecil, atelektasis lazim didapat.
·
Scan
paru: PE
minor lebih sukar didiagnosis. Scan isotop paru mungkin membantu, tetapi
kecuali hasilnya normal scan isotop tidak bisa menyingkirkan keberadaan PE.
·
Spiral
CT : ini
adalah test diagnostik terbaik untuk PE tetapi belum tersedia secara luas. Ini
merupakan CT scan toraks yang bisa memvisualisasikan arteri pulmonalis lebih
akurat dan lebih cepat daripada angiogram pulmonalis.
·
Arteriografi
pulmonalis: ini masih merupakan tes ‘standar emas’ untuk
PE, namun memakan waktu dan merepotkan. Arteriografi pulmonalis jarang
dibutuhkan pada pasien bedah.
·
Pada
banyak pasien, diagnosis PE ditegakkan dengan dasar probabilitas: risiko yang berkaitan
dengan pembedahan, skenario klinik dan scan paru yang konsisten dengan
diagnosis.
Manajemen
·
O2 : berikan O2
aliran tinggi dengan masker. Pantau pulse oximetry.
·
Cairan: awali resusitasi cairan
seperti untuk pasien hipotensi jika TD rendah. Tekanan vena yang meninggi
adalah khas PE mayor dan pada situasi ini tidak menunjukkan kelebihan cairan.
Diuretik berbahaya.
·
Antikoagulasi
: awali
heparin dan warfarin sesudahnya seperti untuk DVT (trombosis vena dalam). INR
target adalah sama.
·
Trombolisis
bisa
dipertimbangkan pada pasien yang tak stabil, namun risiko perdarahan mayor
setelah pembedahan dapat menyingkirkannya kecuali pada keadaan khusus.
·
Caval
filter:
Kadang-kadang antikoagulasi dikontraindikasi-kan pada pasien bedah. Jika pasien
demikian terbukti memiliki tromboemboli, suatu filter sementara atau permanen
dapat dimasukkan melalui kulit ke dalam vena cava inferior.
·
Embolektomi
emergensi:
bisa dilakukan (jarang) untuk PE yang mengancam jiwa
Pneumonia
Diagnosis
Biasanya ditegakkan dengan x-foto
toraks. Demam dan sputum purulen biasanya ada. Dapat dijumpai nyeri pleuritik.
Hasil lab menunjukkan infeksi (WCC, CRP) akan meninggi.
Manajemen
Rujuk ke Bab 41.
Pneumotoraks
Nyeri dada (+ dispnea) pada
pasien bedah dapat disebabkan oleh pneumotoraks spontan. Lebih sering
pneumotoraks pada pasien bedah disebabkan trauma atau iatrogenik. X-foto toraks
biasanya bersifat diagnostik, namun pneumotoraks kecil bisa luput kecuali jika
diambil foto ketika ekspirasi. Manajemen
dibahas pada Bab 41.
Ruptur
esofagus
Diagnosis
Ditegakkan dengan x-foto toraks dan
riwayat yang khas. X-foto toraks akan memperlihatkan cairan bersama gas. Udara
sering terlihat di mediastinum dan jaringan leher. Bubur barium bersifat diagnostik.
Manajemen
·
Puasakan
pasien
(nil-by mouth).
·
Akses
iv dan
resusitasi cairan
·
Antibiotik: gentamisin 3-5 mg/kg iv
(dosis tunggal) plus metronidazol 500 mg iv setiap 8 jam plus cefotaxime 1 g iv
setiap 8 jam.
·
Pembedahan
: manajemen
bersama ahli endoskopi untuk dilatasi. Hindari pemasangan pipa nasogastrik.
Esofagitis dan spasme esofagus
Diagnosis
·
Anamnesis:
biasanya nyeri serupa dengan yang dialami sebelumnya
·
Singkirkan
sebab kardiak jika ragu.
·
Ex
juvantibus
dengan antasid dikenal dan aman
·
Dapat
diperberat oleh AINS.
Manajemen
·
Supresi
asam :
biasanya terbaik dengan penghambat pompa proton (misal lansoprazol 30 mg,
omeprazol 20 mg). Jika puasa, pantoprazol 40 mg iv (lambat) atau ranitidin 50
mg tds iv.
·
Prokinetik
:
metoklopramid atau cisapride (hindari bersama eritromisin) keduanya berguna.